REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu segera menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi karena harga minyak dunia tengah turun. Harganya pun dinilai harus kembali ke harga di bawah Rp 5.000 per liter.
"Tidak ada referensi Pertamina untuk menaikkan atau menjaga BBM pada harga yang sama," kata Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi kepada Republika.co.id, Senin (5/10).
Menurutnya, alasan lain yang tidak kalah penting sehingga pemerintah harus segera menurunkan harga BBM yakni karena mampu menyelamatkan perekonomian atau bisa mendorong daya beli rakyat. "Dengan turunnya harga BBM, paling banter bisa membuat harga-harga tidak naik secara cepat atau bisa menahan harga meroket," kata Uchok.
Harga BBM bersubsidi, kata dia, harus kembali ke harga di bawah Rp 5.000 per liter. Pertamina menunggu arahan pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Sementara itu, pemerintah tidak mau menurunkan harga BBM hanya karena masalah psikologis. Pihak Pertamina sempat mengatakan tidak menurunkan harga BBM karena untuk menutup kerugian Pertamina di masa lalu. Menurut dia, alasan pemerintah ini sungguh keterlaluan untuk rakyat. "Mereka yang rugi, masa rakyat yang disuruh nombok," ungkap Uchok.
Ia menilai pemerintah sempat dianggap melakukan pencitraan karena mendesak Pertamina menghitung ulang kemungkinan adanya penurunan harga BBM ini. Kebenaran pencitraan ini, kata dia, bisa dilihat dari berapa angka penurunan harga BBM yang dilakukan pemerintah. "Kalau ternyata harganya masih di angka Rp 6.000 hingga Rp 7.000, itu namanya pencitraan. Tapi kalau di bawah Rp 5.000 itu artinya buat rakyat," ujar Uchok. Pertamina didesak menurunkan harga BBM di bawah Rp 5.000 agar tidak merugikan rakyat.
Selain BBM, tarif dasar listrik (TDL) juga perlu diturunkan. "Kalau BBM atau semua belum turun, ini namanya pemerintah lagi mencari untung di atas penderitaan rakyatnya," kata Uchok.