Sabtu 03 Oct 2015 18:48 WIB

Asosiasi Pengusaha: Aturan Minol Belum Beri Kepastian Hukum

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Djibril Muhammad
Minuman beralkohol di minimarket. (Prayogi/Republika)
Foto: Republika/Prayogi
Minuman beralkohol di minimarket. (Prayogi/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah proses penggodokkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Minuman Beralkohol (Minol) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ternyata masih terjadi perbedaan pemahaman mengenai aturan peredaran Minol yang diterbitkan Kementerian Perdagangan.

Seperti diungkapkan perwakilan Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol Bambang Britono dalam diskusi bertajuk Pro Kontra RUU Minol di Warung Daun Cikini, Menteng, Jakarta, Sabtu (3/10).

Ia mengatakan, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 6/M-DAG/PER/1/2015 yang merevisi Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Beralkohol, belum memberikan kepastian hukum yang jelas terhadap dunia industri.

Menurut dia, hal itu tertuang pada pasal yang melarang peredaran Minol di tingkat minimarket dan jenis pengecer lainnya.

Ia mempertanyakan kategori pengecer yang dimaksud dalam pasal tersebut, yang mana pada praktiknya di lapangan kurang dipahami oleh pihak yang mengurusi perizinan di wilayah tersebut.

"Pengecer itu nggak dijelaskan rinci, kalau memang pengecer ini yang di atas 12 meter, tidak dekat dengan sekolah-sekolah seharusnya bisa, tapi di daerah, perizinan mereka sulit," ujarnya.

Menurut dia, aturan yang hanya memperbolehkan toko jenis supermarket menjual minol tersebut dinilai diskriminatif. Hal ini lantaran beberapa tempat yang diizinkan seperti kafe, hotel, bar atau restoran mendapat suplai dari tokp retail-retail tersebut.

Sehingga, kategori larangan ini membuat distribusi minol ke tempat yang sebetulnya diperbolehkan pun menjadi terhambat.

"Ya kalau di wilayah itu ada supermarketnya, kalau nggak ada, gimana? Wilayah wisata pun kalau supermarketnya jauh, makanya ini buat kami bingung," ujarnya.

Atas kondisi ini juga, ia mengungkapkan pasca diberlakukannnya aturan ini, terjadi kegelisahan di pengusaha retail minol di daerah mengenai kelanjutan usaha ini. Bahkan tidak sedikit, pengusaha yang terpaksa mengurangi produksiknya serta memberhentikan pegawainya.

"Ini nggak fair ke retail kami, anggota kami ada PHK, karna berkurang produksinya kurang lebih 50 persen," ujarnya.

Lantaran itu, Bambang meminta pemerintah maupun legislator harus tetap memperhatikan sektor industri dalam hal pengendalian dan pemgawasan Minol di Indonesia. Menurut dia, tidak benar anggapan yang mengatakan minol menjadi salah satu faktor utama menyumbang angka kematian.

"Harus bedakan Minol dan oplosan, tapi ini seperti disamakan, kami ingin duduk bersama dengan Pemerintah meluruskan ini," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement