Rabu 30 Sep 2015 20:55 WIB

PHK Buruh Sulit Dihindari Bila Cukai Rokok Dinaikkan

Buruh desak Setop PHK
Foto: Mardiah
Buruh desak Setop PHK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Kekhawatiran industri akan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat rencana kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen sulit dihindari. Hal ini diakui oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM (Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman) Sudarto.

Menurut Sudarto, faktanya bila setiap tahun cukai dinaikan tujuh sampai sembilan persen, paling tidak ada ribuan buruh yang di-PHK. "Dari data kami di tahun 2013 sampai 2015 sudah ada 30 ribu orang yang dirumahkan. Apalagi bila sampai naik 23 persen," kata Sudarto dalam keterangannya, Rabu (30/9).

Data itu baru mencakup keanggotaan dari FSP RTMM yang merupakan di luar keanggotaan itu bisa lebih banyak lagi. Rata-rata buruh yang dimaksud adalah orang yang berpendidikan rendah yang tersebar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatra Utara.

Sudarto menambahkan mayoritas buruh SKT (sigeret keretek tangan) adalah buruh borongan. Mereka dihitung dari berapa jumlah yang dikerjakan. Misalnya, mengerjakan 10 ribu batang rokok per hari.

"Bila nantinya industri terbebani dengan cukai yang tinggi, otomatis produksi akan dikurangi. Nah, di sinilah korelasinya. Pendapatan buruh pun akan berkurang," ujar Sudarto.

Kondisi ini terus berulang setiap tahun. Bila tidak diantisipasi PHK akan semakin besar. "Kami meminta pemerintah memperhatikan kondisi ini," kata Sudarto menambahkan.

Apindo dan berbagai asosiasi lain telah mengusulkan kenaikan target cukai paling tinggi 7 persen dari target APBN 2015 atau menjadi sekitar Rp 129 triliun. Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad mengatakan ada tiga aspek yang akan menjadi pertimbangan DPR dalam memutuskan kenaikan cukai rokok tersebut.

Aspek pertama berhubungan dengan lahan pekerjaan. "Jangan sampai ada PHK lagi," katanya. Aspek kedua yakni harmonisasi yang berhubungan dengan kondisi ekonomi saat ini.

Menurut Fadel, DPR sudah meminta pemerintah untuk menurunkan target pertumbuhan ekonomi dari 5,5 persen menjadi 5,3 persen. "Artinya akan ada penurunan pendapatan," jelasnya.

Terakhir adalah aspek industri. Fadel mengaku sudah menerima surat dari asosiasi, Apindo, Kadin, dan pihak industri soal kenaikan cukai rokok ini. "Masukan dari mereka akan menjadi pertimbangan kami, dan kami akan membahas hal ini dalam dua minggu ke depan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement