Rabu 23 Sep 2015 06:15 WIB

Ketahanan Pangan Penduduk di Pedesaan Masih Rendah

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Petani sedang mengumpulkan padi yang mengalami kekeringan di Kampung Setu, Bekasi Barat, Kamis (30/7).  (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petani sedang mengumpulkan padi yang mengalami kekeringan di Kampung Setu, Bekasi Barat, Kamis (30/7). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyebut, ketahanan pangan penduduk perdesaan masih rendah yakni hanya 23 persen. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Universitas Gajah Mada (UGM) pada 2015 yang menyebut kecukupan pangan penduduk desa masih buruk. Tingkat prevalensi kurang dan rawan oangan sebesar 36,29 persen. Padahal, kedaulatan pangan hingga saat ini banyak disokong dari

"Kedaulatan pangan jelas belum tercapai, apalagi saat ini ketersediaan oangan banyak disokong dari sektor pertanian di perdesaan," kata dia dalam seminar nasional Hari Statistik 2015 bertajuk "Peningkatan Kinerja Pertanian Indonesia Menuju Kedaulatan Pangan," pada Selasa (22/9).

BPS telah melakukan sensus pertanian 2013 yang melahirkan sejumlah kesimpulan. Di samping itu, pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang banyak untuk memgurangi tingkat rawan pangan serta meningkatkan kemandirian pangan.

Suryamin menguraikan, sektor pertanian di Indonesia telah menunjukkan peran yang besar bagi perekonomian Indonesia. Ia menyumbang sekitar 14 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan berada pada urutan kedua sebagai penyumbang terbesar setelah sektor industri pengolahan.

Ironisnya, sektor tersebut belum mampu memberikan kesejahteraan kepada petani. Ini disebabkan pendapatan petaninuang sangat rendah bahkan secara riil justru cenderung turun. Di sisi lain, ongkos produksi terus meninggi.

Sektor pertanian menyerap tenaga kerja yang tinggi yakni sekitar 38 juta jiwa atau sepertiga dari tenaga kerja Indonesia. Namun, pendapatan rendah dipicu kualitas sumber daya manusia yang tidak memadai.

"Lebih dari 70 persen petani hanya bersekolah sampai sekolah dasar," katanya. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, para tenaga kerja pertanian sulit meningkatkan produktivitas usaha terutama jika harus bersinggungan dengan teknologi.

Usia senja dan minimnya regenerasi tenaga kerja pertanian menjadi masalah selanjutnya. Hasil Sensus Pertanian 2013 menyebut, rata-rata umur petani adalah 48 tahun. Fisik yang tidak lagi muda itu  menyulitkan mereka mengembangkan bisnis pertanian. Mereka oun akan terbatas untuk melakukan inovasi terkait usaha tani. Akibatnya,  pendapatan mereka pun rendah.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengakui banyak petani yang masih miskin di tengah laporan produksi padi yang meningkat. Kenaikan jumlah masyarakat miskin dari kalangan petani terjadi meskipun pemerintah mengaku telah menggelontorkan limpahan bantuan kepada petani.

Penyebab penambahan jumlah petani miskin tersebut, lanjut Mentan, disebabkan beberapa faktor. Di antaranya terjadi kenaikan harga produksi beras hingga 14 persen dari tahun lalu, tidak ada impor beras dan tidak ada lagi subsidi bahan bakar minyak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement