Jumat 18 Sep 2015 21:18 WIB
Rupiah Melemah

RI Komitmen tak Lakukan Perang Nilai Tukar

Rep: Binti Sholikah/ Red: Djibril Muhammad
 Gubernur BI Agus Martowardojo berbicara dalam diskusi Ekonomi di Jakarta, Rabu (19/8).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Gubernur BI Agus Martowardojo berbicara dalam diskusi Ekonomi di Jakarta, Rabu (19/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan Indonesia berkomitmen tidak melakukan perang nilai tukar atau competitive devaluation.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, dalam pertemuan gubernur bank sentral negara G20 menyatakan komitmen tidak akan melakukan perang nilai tukar. Meskipun, dunia telah terpengaruh ketika Cina melakukan devaluasi yuan.

Namun, yuan yang sudah didevaluasi 2-3 persen dinilai masih tidak menunjukkan kondisi pelemahan, bahkan masih terlalu kuat jika dibandingkan negara lain.

"Jadi kita tidak bisa mengganggap bahwa langkah mereka itu langkah untuk khusus melemahkan mata uangnya. Jadi kita sepakat tidak melakukan perang nilai tukar," jelasnya kepada wartawan di kompleks kantor pusat Bank Indonesia Jakarta, Jumat (18/9).

 

Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan setelah keputusan Bank Indonesia yang menahan suku bunga acuan di level 7,5 persen dan keputusan the Fed yang juga menahan suku bunga di level 0,25 persen.

Berdasarkan Bloomberg Dollar Index, pada Jumat rupiah ditutup di level Rp 14.374 per dolar AS atau menguat 0,59 persen atau 85 poin dibandingkan penutupan Kamis (17/9) di level Rp 14.459 per dolar AS.

Sementara berdasarkan kurs tengah Jisdor BI, rupiah sedikit melemah di level Rp 14.463 pada Jumat dibandingkan Kamis di level Rp 14.452 per dolar AS.

Agus menyatakan, keputusan BI menahan suku bunga berdasarkan kajian yang bersumber dari data. Faktor utamanya perkembangan ekonomi dunia yang lebih buruk dari bulan sebelumnya. Perkembangan ekonomi dunia yang lebih buruk tandanya perbaikan ekonomi AS tidak secepat yang diperkirakan.

Faktor kedua, perekonomian Cina yang masih melemah dan diperkirakan akan di bawah 7 persen. Selanjutnya, harga komiditas masih melemah. Kondisi ekonomi dunia tersebut ditandai dengan adanya tiga repricing, yakni repricing di bidang nilai tukar, repricing dari aset harga bond, dan repricing komoditi.

 

"Nah kondisi ini kalau Bank Indonesia tidak hati-hati dalam menjaga stance moneter itu nilai tukar akan tertekan jauh lebih tinggi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement