REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Jawa Timur masih menjadi penyumbang penduduk miskin tertinggi di Indonesia, berdasarkan laporan BPS pada Rabu (16/7). Merujuk pada laporan BPS, penduduk miskin di Jawa Timur pada Maret 2015 sebanyak 4,79 juta jiwa (12,34 persen), atau mengalami kenaikan 40,7 ribu jiwa (0,06 persen) dibandingkan September 2015, sebesar 4,75 juta jiwa (12,28 persen).
Kondisi kemiskinan di Jawa Timur menjadi ironi bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di provinsi ini yang selalu lebih tinggi di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Mencermati fenomena tersebut, pengamat ekonomi Universitas Airlangga Surabaya Achmad Solihin berpendapat, tingginya angka kemiskinan di Jawa Timur disebabkan oleh sejumlah faktor.
Menurut Solihin, kantung-kantung kemiskinan di Jawa Timur berada di daerah tapal kuda atau Jawa Timur bagian timur dan Pulau Madura. Di dua titik tersebut, kata dia, indeks pembangunan manusia terbilang masih rendah, serta pemimpin daerah di sana belum cukup memiliki visi untuk memunculkan solusi mengatasi kemiskinan.
Padahal, menurut Solhinin, padad era desentralisasi seperti hari ini, kewenangan telah didistribusikan kepada daerah, khususnya kabupaten/kota. “Kita perlu pemimpin daerah yang punya visi. Sekarang jumlahnya masih terbatas, seperti Bu Risma atau Pak Azwar Anas (Bupti Banyuwangi),” kata Solihin kepada Republika, Kamis (17/9).
Persoalan kepemimpinan, menurut dia, masih menjadi pekerjaan rumah dalam alam demokrasi Indonesia. Masyarakat yang belum cukup terbangun nalarnya, kata Solihin, cenderung menyampingkan program dan lebih menjadikan popularitas sebagai pertimbangan dalam memilih pemimpin daerah.
Saat ini, menurut Solihin, pencapaian ekonomi di Jawa Timur bertumpu di wilayah Arek atau Surabaya Raya. Kue ekonomi tersebut, kata dia, sayangnya tidak terdistribusikan ke wilayah yang lebih luas, seperti Tapal Kuda dan Madura.
Persoalan lemahnya kepemimpinan daerah dan tidak terdistribusikannya pencapaian ekonomi, menurut Solihin, berjalinan dengan lemahnya daya kreativitas masyarakat, akibat kendala akses terhadap pendidikan. Faktor-faktor tersebutlah, menurut dia, menyebabkan Jawa Timur masih menjadi kantung kemiskinan.