REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- The Fed diperkirakan belum akan menaikkan tingkat bunganya. Meski begitu, ketidakpastian kenaikan tingkat bunga the Fed ini telah berimbas negatif terhadap pergerakan rupiah atas dolar AS.
Harga konsumen di Amerika turun pada bulan lalu yang menandakan tingkat inflasi pun rendah. Secara keseluruhan, melansir Los Angeles Times (16/9), harga konsumen naik hanya 0,2 persen selama 12 bulan yang berakhir 31 Agustus lalu.
Data inflasi AS Agustus lalu yang keluar menunjukan minus 0,1 persen dibandingkan bulan sebelumnya 0,1persen. Angka ini jauh di bawah target the Fed, yaitu 2 persen untuk tingkat inflasi.
Hal di atas kemudian bisa memberikan alasan kuat untuk the Fed menunda kenaikan suku bunganya. Soal ini, dikatakan, baru akan diumumkan pada Kamis (17/9) waktu Amerika atau Jumat (18/9) WIB.
Hal sama diakui pula oleh Analis First Asia Capital (FAC), David Sutyanto. Ia mengamati, di Wall Street, indeks saham nustru naik. Hal ini menurutnya dipicu spekulasi The Fed belum akan menaikkan tingkat bunganya pada pertemuan pekan ini.
"Penantian pasar atas hasil pertemuan The Fed pekan ini diperkirakan belum akan menaikkan tingkat bunganya," katanya, Kamis (17/9).
Meski begitu, menurut dia, ketidakpastian kenaikan tingkat bunga The Fed telah berimbas negatif terhadap pergerakan rupiah atas dolar AS. Hari ini, rupiah kembali ditutup mendekati level Rp 14.500 per dolar AS pada pasar spot, Kamis (17/9). Ini terjadi setelah tadi pagi mengalami penguatan sampai tengah hari.
Rupiah pagi tadi dibuka pada level Rp 14.420 per dolar AS. Sampai siang penguatan terus bertahan naik 20,79 poin atau 0,14 persen dibanding penutupan sehari sebelumnya ke level Rp 14.438 per dolar AS.
Pada akhirnya, penutupan hari ini menyamai level rupiah pada penutupan kemarin, yaitu Rp 14.459 per dolar AS. Sementara kurs JISDOR juga menunjukan pelemahan 10 poin ke level Rp 14.452 per dolar AS.