REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri memperkirakan ekonomi Indonesia dapat terakselerasi hingga 5,4 persen pada 2016, meskipun tekanan akibat ketidakpastian ekonomi global diyakini belum mereda sepenuhnya.
Dalam diskusi yang diselenggarakan sebuah radio di Jakarta, Rabu (16/9) malam, Faisal mengatakan aliran investasi yang diperkirakan tumbuh hingga 6,0 persen pada 2016 akan menjadi pendorong terbesar pertumbuhan. "Dampak dari deregulasi izin investasi akan sangat terasa tahun depan," kata dia.
Faisal menyambut baik rencana pemerintah untuk mempercepat realisasi belanja anggaran pemerintah. Namun, menurut dia, di sisa waktu 2015 yang tinggal tiga bulan lagi, stimulus dari realisasi anggaran pemerintah tidak akan membantu perekonomian secara signifikan.
"Kita belum bisa lepas dari investasi swasta, makanya deregulasi itu harus serius," ujarnya.
Selain investasi, kata Faisal, konsumsi rumah tangga juga akan menopang pertumbuhan 2016. Dengan catatan, pemerintah mampu memulihkan daya beli masyarakat dan mengangkat konsumsi rumah tangga ke atas 5,0 persen, setelah turun ke 4,9 persen pada triwulan II 2015.
Faisal menuturkan salah satu kebijakan efektif untuk memulihkan daya beli adalah dengan penurunan bahan bakar premium. Di sisi lain, tren harga minyak dunia terus menurun.
Adapun menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, pertumbuhan ekonomi pada 2016 dapat mencapai asumsi sementara di Rancangan APBN 2016 sebesar 5,5 persen, asalkan konsumsi dan iklim investasi terjaga dengan baik.
Selain itu, pemerintah harus mampu mengeksekusi dengan baik anggaran fiskal dan menyusun program dan kebijakan yang tepat, seperti memulihkan daya beli masyarakat.
"Investasi dan konsumsi akan sangat terlihat transmisinya, khususnya juga berkaitan dengan stabilitas rupiah. Jika rupiah tidak stabil maka motif investasi jadi semakin rendah, lalu bila daya beli rendah dan pasar dalam negeri tertekan maka investasi tentu akan susah masuk, karena tidak ada permintaan," kata Staf Ahli Menteri Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Pembangunan Kementerian PPN Bambang Prijambodo dalam kesempatan terpisah.