REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memprediksi mata uang rupiah masih beradi di level Rp 14 ribu per dolar AS sampai akhir 2015. Sedangkan pada 2016, kemungkinan ada di kisaran Rp 13.500 sampai Rp 14 ribu per dolar AS.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS Doddy Ariefianto mengatakan, perbaikan iklim nilai tukar pada akhir tahun bisa terjadi seiring perbaikan pertumbuhan ekonomi. "Perbaikan itu bisa terjadi seiring perbaikan semua indikator. BI rate posisinya bagaimana, inflasinya berapa, dan bagaimana posisi rupiah khususnya terhadap dolar AS," ujarnya, di Jakarta, Rabu, (9/9).
Ia menjelaskan, akhir Desember 2015, inflasi pun diperkirakan di bawah lima persen atau sekitar 4,3 persen. Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit masing-masing, 12 persen dan 11 sampai 12 persen.
Kemudian, defisit neraca berjalan Indonesia masih berpotensi turun pada kuartal III 2015 mengikuti pola musimannya. Doddy menambahkan, meski pertumbuhan ekonomi diperkirakan membaik, namun masih akan mengekang kinerja impor.
Perbaikan ekspor pun masih terkendala oleh harga komoditas dan aktivitas ekonomi regional yang lemah. "Data terbaru mengindikasikan bahwa surplus neraca perdagangan masih akan menopang kinerja neraca berjalan di kuartal II 2015," tutur Doddy.
Menurut dia, neraca finansial akan menghadapi tekanan di kuartal III 2015 akibat tingginya gejolak di pasar finansial global. Investasi portofolio juga diproyeksikan menjadi komponen neraca finansial yang paling terekspos oleh sentimen negatif di pasar global.
Sejak 1 Juli hingga 19 Agustus 2015, investor asing di pasar saham membukukan penjualan bersih sebanyak Rp 4,78 triliun. "Pada periode sama, kepemilikan asing atas SBN rupiah turun menjadi Rp 4,82 triliun," ujar Doddy.