Kamis 03 Sep 2015 15:48 WIB

Berikan Kail Bukan Ikan, Sebuah Filosofi CSR Produktif

CEO PT Asta Kriya, Ade Kresna, menunjukkan sejumlah suvenir hasil kerajinan tangan yang siap dipasarkan
Foto: Muhammad Hafil/Republika
CEO PT Asta Kriya, Ade Kresna, menunjukkan sejumlah suvenir hasil kerajinan tangan yang siap dipasarkan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Hafil/Wartawan Republika

Selalu ada jalan bagi orang yang ingin maju. Hal tersebutlah yang dialami oleh Ade Kresna (55 tahun), CEO PT Asta Kriya.

Delapan tahun setelah memutuskan berhenti menjadi pegawai di sejumlah perusahaan dan memilih mandiri dengan menjadi seorang pengusaha industri kerajinan suvenir, tak membuatnya puas. Ia masih gelisah karena merasakan ada yang kurang dari perusahaan kecil yang dimilikinya.

Jalan untuk maju itu muncul saat ia bertemu dengan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA),  salah satu yayasan milik PT Astra International Tbk yang fokus membina usaha kecil menengah (UKM), dalam sebuah pameran di Jakarta pada 2008 silam. Pihak YDBA tertarik dengan UKM milik Ade yang telah berbentuk perseoran terbatas (PT) sejak 2006.

Produk suvenir dari PT Asta Kriya dibawa ke pusat pameran UKM di kantor YDBA yang masih satu kompleks dengan PT Astra International Tbk di kawasan Sunter, Jakarta. Tidak hanya memfasilitasi produk PT Asta Kriya, YDBA juga menawarkan bantuan kepada Ade dalam bentuk pelatihan mengenai pengelolaan UKM.

"Saya disuruh ikut pelatihan di ke kantor YDBA. Tidak hanya itu, YDBA juga bolak-balik ke workshop (bengkel kerja)  kita di Rempoa, Tangerang Selatan, untuk mempelajari pengelolaan usaha kita selama ini," kata Ade mengenang pertemuannya dengan YDBA kepada Republika, Senin (31/8).

Pihak YDBA sama sekali tak memberikan bantuan berupa uang kepada Ade. Namun, YDBA memberikan banyak sumbang saran tentang pengelolaan sebuah UKM secara profesional. "Saya merasakan apa yang diberikan oleh YDBA untuk usaha saya jauh lebih besar daripada sekadar memberi bantuan berupa uang," kata Ade.

Secara teknis, YDBA membenahi pengelolaan PT Asta Kriya sesuai dengan standar pengelolaan sebuah perusahaan besar. YDBA tidak menganggap bahwa PT Asta Kriya sebagai perusahaan kecil.

Ada lima hal utama pembenahan perusahaan yang ditanamkan oleh YDBA kepada PT Astra Kriya. Yakni, manajemen produksi, pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, dan corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan.

Dari sisi manajemen produksi, misalnya, YDBA mengajarkan bagaimana cara produksi yang efisien. PT Asta Kriya diajarkan bagaimana cara produksi yang terangkum dalam konsep 5 R, yakni ringkas, rapi, resik (bersih), rawat, dan rajin. "Nah, dulu saya dan karyawan kalau bekerja itu, ya berantakan. Tidak efisien, meletakkan barang sembarangan, dan tidak rapi. Tetapi, setelah kita mendapatkan konsep ini dan kita praktikkan, kerja kita jadi lebih efisien dan suasana kerja menjadi lebih nyaman karena ruang kerja menjadi bersih," kata Ade.

Selain itu, PT Asta Kriya juga dianjurkan untuk membuat pembagian dan ruang kerja secara jelas. "Kita diajarkan membuat standar operasional prosedur (SOP) yang sebelumnya tidak pernah kita lakukan," kata Ade.

Soal keselamatan kerja juga tak luput dari perhatian YDBA. PT Asra Kriya dianjurkan untuk menggunakan mesin yang sangat aman bagi pekerja untuk menghindari terjadinya kasus kecelakaan kerja.

 

Seorang pekerja sedang mengecat pigura menggunakan masker sebagai standar keselamatan kerja

 

Sedangkan dari sisi CSR, walupun PT Asta Kriya masih tergolong UKM, tetapi YDBA menganggap bahwa perusahaan milik Ade itu sebagai sebuah perusahaan besar yang memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan. Karenanya, PT Asta Kriya selaku binaan YDBA "diwajibkan” untuk membuat taman-taman hijau di lingkungan sekitar workshop. Pengelolaan limbah produksi juga harus dikelola dengan benar.

Bahan-bahan baku produksi harus menggunakan bahan yang ramah lingkungan. "Ya, kita disarankan tidak lagi menggunakan cat melamin yang tak ramah lingkungan. Meskipun bahan catnya lebih mahal, tapi lingkungan kita jadi terjaga," kata Ade.

Selain itu, sebagian karyawan di PT Asta Kriya merupakan warga sekitar yang tidak berpendidikan tinggi. Ini merupakan cara perusahaan untuk mengurangi pengangguran bagi masyarakat sekitar.

Republika berkesempatan melihat workshop PT Asta Kriya untuk membuktikan keterangan Ade yang mengatakan suasana kerja yang bersih dan nyaman. Di sebuah bangunan rumah bertingkat dua yang berdiri di atas tanah seluas 1.000 meter persegi, workshop itu memang terlihat bersih dan terasa nyaman.

Di bagian depan lantai satu, terdapat galeri untuk memamerkan produk-produk PT Asta Kriya, seperti patung tokoh pewayangan berukuran kecil, pigura, dan jenis-jenis suvenir lainnya. Semua dimasukkan di dalam lemari kaca. Di samping galeri, terdapat sebuah gudang untuk menyimpan produk-produk yang akan dipasarkan.

Di bagian belakang, merupakan tempat produksi yang sudah dikelompokkan berdasarkan ruang kerjanya. Setiap ruangan diberikan papan nama. Ada ruang bagian pembuatan kotak dan bagian setting awal dan akhir. Bahan-bahan produksi tersusun rapi di lemari yang ada di sana.

 

Sejumlah pekerja sedang membuat kotak pigura di bagian pembuatan box PT Astra Kriya

 

Satu unit mesin tampak disarungkan di samping ruang pembuatan kotak. Mesin ini hanya dipakai jika ada pesanan produk suvenir dalam jumlah yang banyak.

Tidak hanya digunakan untuk ruang produksi, tetapi di lantai satu juga terdapat halaman luas yang digunakan untuk kawasan hijau yang dipenuhi berbagai tanaman dan tumbuhan. PT Asta Kriya berkomitmen untuk menyediakan ruang hijau sebagai bentuk kesadaran dalam tanggung jawab lingkungan.

Di lantai dua, ada ruang bagian pemotongan dan pengecatan. Di ruang ini, pekerja memakai masker untuk menjaga keselamatan dan kesehatannya. Di ruang ini juga terdapat ruang bagian perakitan bingkai.

Menuai hasil

Hasil dari pembenahan dan pembinaan yang dilakukan oleh YDBA itu adalah biaya produksi PT Asta Kriya bisa ditekan. Hal tersebut tak lepas dari efisiensi kerja PT Asta Kriya setelah mendapat masukan dari YDBA. “Biaya produksi kita berhasil kita tekan hingga 20 persen,” kata Ade.

Karena berhasil menekan biaya produksi, PT Asta Kriya sekarang lebih maju karena mampu mempekerjakan 18 orang karyawan. Padahal, sebelumnya jumlah pekerja hanya terdiri dari 5 orang. "Nah, inilah yang saya maksud tadi. PT Astra International Tbk melalui YDBA memang tidak memberikan kami uang. Tapi, mereka memberikan ide-ide dan saran mengenai teknologi yang sangat kami butuhkan. Ini lebih daripada kami mendapatkan sekedar bantuan uang," kata Ade.

Meski sudah jauh lebih maju dari sebelum mendapat pembinaan dari, Ade mengakui bahwa hingga saat ini pihak YDBA terus menantang PT Asta Kriya untuk melesat lebih jauh lagi. Ade masih sering mendapat undangan pelatihan dan pihak YDBA masih rajin mengunjungi  workshop miliknya untuk memantau perkembangan perusahaannya. 

"YDBA tak melepas kami meski kami sudah lebih maju. Tetapi, bukan berarti mereka ingin mengambil keuntungan dari kami. Mereka tidak pernah sekali pun meminta atau mencicipi keuntungan kami. Justru, harus kami akui, kami yang banyak mengambil untung dari mereka," kata Ade.

Diakui Ade, YDBA hanya ingin agar PT Asta Kriya terus membenahi diri agar bisa menjadi perusahaan yang lebih besar lagi. Karena itulah, dia merasa sangat terpacu dengan tantangan YDBA itu agar perusahaannya menjadi lebih maju lagi.

CSR produktif

PT Asta Kriya merupakan salah satu contoh sukses UKM yang dibina oleh YDBA. Dalam sebuah kesempatan, Ketua Pengurus YDBA FX Sri Martono mengatakan, keberadaan YDBA masih dirasakan manfaatnya bagi keberadaan UKM di Tanah Air. Ini karena YDBA yang didirikan oleh William Soeryadjaya, pendiri PT Astra International Tbk, pada 1980 memiliki filosofi "Berikan Kail Bukan Ikan".

"YDBA menjalankan tanggung jawab sosial Astra dengan fokus pada UKM yang tersebar di Indonesia. Kami memberikan pelatihan dan pendampingan kepada UKM sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai kemandirian," kata Sri Martono saat memberikan sambutan pada acara peluncuran logo baru YDBA, di Kantor PT Astra International Tbk, Kamis (27/8) pekan lalu.

Sedangkan, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah mengakui, YDBA selalu punya langkah visi dan misi yang jelas dalam membina UKM. Yakni, untuk memberikan UKM binaanya agar selalu optimistis. "Saya salut dengan kiprah YDBA yang tadinya hanya berupa kegiatan kecil saja membina UKM terkait permesinan dan komponen, sekarang YDBA menjawab tantangan agar kegiatan UKM bisa menyerap tenaga kerja," kata Euis, Kamis (27/8).

Direktur UKM Center Universitas Indonesia (UI) Nining Indroyono Soesilo menyatakan langkah PT Astra International Tbk melalui YDBA sudah berada di jalur yang tepat dalam memberikan CSR kepada UKM dalam bentuk pembinaan yang produktif. Karena, kebanyakan perusahaan yang ada di Indonesia melakukan kegiatan CSR sifatnya hibah.

"Kegiatan CSR akan lebih baik kalau sifatnya jangka panjang dan tidak sekadar memberikan lalu lepas begitu saja," kata Nining saat dihubungi Republika melalui sambungan telepon, Selasa (1/9).

Hanya saja, CSR dalam bentuk pembinaan ini memiliki tantangan tersendiri. Kebanyakan UKM yang ada di Indonesia itu takut untuk menjadi besar karena tanggung jawabnya lebih banyak.  Dengan begitu, peran perusahaan besar seperti PT Astra International Tbk yang memberikan pembinaan harus terus memberikan motivasi kepada para pelaku UKM untuk terus maju.

"Nah, sarannya untuk Astra adalah mereka harus ada di tempat saat dibutuhkan oleh UKM. Kalau UKM mengeluh harus ada yang membantu, pihak Astra harus terus sabar dan harus terus  memberikan semangat," kata Nining.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement