Ahad 30 Aug 2015 03:30 WIB

Pemerintah Dinilai tak Percaya Diri Hadapi Gejolak Ekonomi

Rep: c05/ Red: Dwi Murdaningsih
 Transaksi penukaran Rupiah terhadap mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (23/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Transaksi penukaran Rupiah terhadap mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Drajad Wibowo menyatakan pemerintah sekarang bersikap mengingkari adanya krisis ekonomi. Menurut dia, hal inilah yang membuat rupiah melemah di titik terendah.

"Ya pelaku pasar di luar negeri bisa melihat indikasi itu. Terlihat pemerintah tidak pede dalam menghadapi gejolak ekonomi yang ada," ujarnya dalam diskusi, Sabtu (29/8).

Dia menyatakan ketidakpercayaan diri ini dapat terlihat dari sikap Bank Indonesia (BI) dan juga Kementrian Keuangan. Menurut dia, pelaku pasar melihat BI cenderung bermain aman. Drajad mengatakan Gubernur BI Agus Martowardojo sadar rupiah pasti akan melemah dan cenderung bersikap pasif. Sebab apapun yang dilakukan seperti tidak berguna bak laksana menggarami air laut.

"Kita lihat kebijakan menghadapi lemahnya Rupiah BI hanya fokus pada kebijakan administratif saja. Yakni mengatur agar jual beli perusahaan dilarang memakai dolar," jelasnya.

BI, kata dia, belum menggunakan kewenangan yang lainnya seperti operasi moneter dan memainkan suku bunga. Misal untuk operasi moneter BI belum berani mengeluarkan cadangan devisanya sebesar 1 milliar dolar. Drajad menilai Kementrian Keuangan mengambil sikap yang sama. Pernyataan Menkeu, Bambang Brojonegoro direspon oleh pasar sebagai sikap yang tak sigap menghadapi gejolak ekonomi.

"Ini semua pada akhirnya membuat nilai tukar rupiah melemah di angka yang begitu rendah karena dihukum oleh pasar," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement