Kamis 27 Aug 2015 11:55 WIB

Wah, Menteri Susi Laporkan Perusahaan Cina ke Nasdaq

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan keterangan tentang kasus perbudakan abk asing PT Pusaka Benjina Resources (PBR), Benjina, Maluku di Kantor Kementerian KKP, Jakarta, Rabu (8/4).
Foto: Antara/ Wahyu Putro A
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan keterangan tentang kasus perbudakan abk asing PT Pusaka Benjina Resources (PBR), Benjina, Maluku di Kantor Kementerian KKP, Jakarta, Rabu (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akan melaporkan sebuah perusahaan ikan ke bursa saham Amerika Serikat Nasdaq karena ditengarai memberikan laporan palsu ke bursa saham Nasdaq.

"Kasus ini bisa menjadi kasus international fraud pertama kita yang melibatkan Nasdaq. Kita akan kirim surat ke Nasdaq dalam waktu segera, pada minggu depan," kata Susi saat ditemui di Singapura, Kamis (28/8).

Menurut laporan wartawan Republika, Nur Hasan Murtiaji, Susi menjelaskan, kasus ini bermula dari laporan Nasdaq bahwa ada perusahaan ikan asal Cina, Pingtan. Perusahaan tersebut dalam laporan keuangan resminya ke Nasdaq mengalami penurunan pendapatan karena sebanyak 117 kapalnya yang beroperasi di Laut Arafuru tidak lagi melaut. Namun, setelah dilacak Kementerian KKP tidak ada perusahaan tersebut di Indonesia. Pun, tidak ada perusahaan asal Indonesia yang mengaku berafiliasi dengan Pingtan.

Dalam laporan keuangan Pingtan ke Nasdaq per Juni 2015, perusahaan itu rugi karena moratorium. "Sejauh ini kita masih verifikasi perusahaan afiliasinya di Indonesia. Kita cek satu per satu afiliasinya dengan siapa," kata Susi.

Kementerian KKP bekerja sama dengan tim satgas Kepolisian RI dan tim ahli hukum. "Karena ini kasus cukup aneh, perusahaan go public tapi kita nggak tahu," katanya.

Kementerian KKP masih menghitung berapa besar kerugian akibat kasus tersebut. Namun sebagai contoh saja, kata Susi, ada perusahaan ikan tangkap yang riilnya menangkap 140 ton, tapi yang dicatatkan hanya 70 ton. Belum lagi kerugian dari masih banyaknya perusahaan ikan yang memiliki izin ganda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement