REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah semakin terpuruk mencapai Rp 14.100 per dolar AS. Berdasarkan Bloomberg Dollar Index, rupiah ditutup di level Rp 14.133 per dolar AS pada Rabu (26/8), melemah 0,56 persen atau 79 poin dari penutupan Selasa (25/8) di level Rp 14.054 per dolar AS.
Sedangkan menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah di level Rp 14.102 pada Rabu atau melemah 35 poin dibandingkan Selasa di level Rp 14.067 per dolar AS.
Analis pasar uang Satrio Utomo mengatakan, saat ini semua negara masih menunggu perkembangan kepastian kenaikan suku bunga the Fed. Jangka waktu yang lama tersebut dinilai membuat ketidakpastian tinggi.
"Sebab, perekonomian Indonesia dalam mode diperlambat terus sampai Bank Indonesia yakin bahwa the Fed naikin suku bunga, dan melihat reaksi pasar. Pelemahan rupiah tidak bisa dihindarkan," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (26/8).
Meskipun, ada beberapa mata uang yang menguat terhadap dolar AS seperti euro. Sementara rupiah, dolar Austalia dan ringgit Malaysia masih melemah karena faktor ekonomi Cina. Ketiga negara ini merupakan eksportir komoditas dan konsumen terbesar adalah Cina. "Kalau ekonomi Cina masih melemah rupiah sulit menguat," imbuhnya.
Menurutnya, dengan data-data perekonomian domestik saat ini, pemerintah masih kesulitan meyakinkan pasar memberikan sentimen positif. Kalau data-data ekonomi terus memburuk, lanjutnya, pelemahan rupiah juga akan terus memburuk. Namun, rupiah masih berpotensi menguat jika data-data perekonomian membaik.