REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelesuan kondisi perekonomian Indonesia turut memukul sektor maritim, terutama para pekerjanya. Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia Moh Jumhur Hidayat mengatakan perlambatan ekonomi bisa mengurangi volume perdagangan hingga 25 persen (ekspor plus impor).
Yang termasuk pekerja maritim adalah mereka yang bekerja di laut termasuk pelaut dan nelayan; di dermaga termasuk pekerja bongkar muat, operator crane, pekerja pergudangan dan juga pekerja administrasi; serta di transportasi ke dan dari dermaga seperti supir-supir truk peti kemas. "Kegiatan usaha di sektor itu juga terpukul telak," ujarnya kepada ROL, Rabu (26/8).
Penyerapan tenaga pelaut berkurang bahkan hingga tingkat grounded berupa pekerja di dermaga. "Ini karena aktivitas ekspor dan impor berkurang sehingga pekerjaan mereka ikut berkurang," kata dia.
Jumhur berharap pemerintah membuat jaring pengaman sosial yang komprehensif seperti program nasional padat karya pembangunan, kucuran kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) secara besar-besaran dengan bunga rendah. Kampanyekan pula agar masyarakat kelas menengah dan atas membelanjakan uangnya untuk produk-produk dalam negeri.
"Pemerintah bisa menggenjot ekspor produk olahan ke negara-negara yang jarang atau sedikit tersentuh selama ini," kata dia.
Tak hanya sampai di situ, pemerintah hendaknya membuka pasar dengan agresif bagi tenaga kerja luar negeri untuk TKI non PRT. "Berantas habis semua mafia yang membuat sistem distribusi apapun menjadi timpang, dan terakhir jujurlah kepada rakyat agar rakyat bisa ikut berempati pada kerja-kerja yang dilakukan pemerintah," pinta Jumhur.