REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah Joko Widodo yang membuka lebar kontrak tenaga kerja asing dari Tiongkok menuai kritik dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Pengurus Besar (PB) PMII menilai Pemerintahan Jokowi-JK saat ini kembali diuji eksistensinya dalam menjaga identitas bangsa dan negara.
Ketua II PB PMII, Erfandi melalui keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (25/8), menegaskan penghapusan penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak kerja dengan tenaga kerja asing telah mengingkari Undang Undang.
"Dalam UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, telah mengatur penggunaan bahasa Indonesia adalah wajib," ujarnya.
Ia mengungkapkan secara hukum Tata Negara tidak ada alasan hukum apapun bagi presiden selaku eksekutif untuk membatalkan ketentuan yang sudah diatur dalam UU.
Apalagi hanya memberlakukan peraturan menteri tenaga kerja transmigrasi yang secara hirarkhi perundang-undangan berada jauh dibawah UU dan itu otomatis batal demi hukum. Ia khawatir bila presiden abai terhadap
UU ini, bisa menjadi senjata untuk meng-impeachment presiden karena melanggar UU.
Direktur Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PUSHAK) ini menjelaskan pro dan kontra terkait kontrak tenaga kerja sing terjadi bukan pada persoalan bahasa Indonesia semata. Tapi lebih substansial yaitu terjadinya pengingkaran terhadap Pasal 31 Ayat (1) UU No 24 Tahun 2009.
Pasal itu berbunyi 'Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga Negara, instansi pemerintahan Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.'
Ayat (2): 'Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/ atau bahasa Inggris.'
Dari penjelasan tersebut, menurut dia, sangat jelas presiden dengan Nawacita masih menyisakan tanda tanya besar, terutama dalam hal menarik investor dan tenaga kerja asing dengan menghilangkan identitas negara.