Senin 24 Aug 2015 21:16 WIB

Analisis Big Data Bisa Temukan Solusi Penguatan Rupiah

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Agung Sasongko
 Transaksi penukaran Rupiah terhadap mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (23/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Transaksi penukaran Rupiah terhadap mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Tren nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menurun. Selain isu ekonomi dan politik dalam negeri, faktor utama penyebab terus turunnya rupiah terhadap dolar adalah ekonomi Amerika Serikat yang semakin hari semakin membaik.

Direktur Eksekutif Indexpolitica Denny Charter berpendapat AS beberapa langkah lebih maju dalam hal memahami arti sebuah data. “Big data analysis mungkin suatu hal yang belum terlalu populer di Indonesia, tapi di Amerika Serikat analisa ini telah banyak digunakan untuk analisa ekonomi,” imbuhnya kepada ROL, Senin (24/8).

Menurut Denny, teori ekonomi sebenarnya adalah representasi data dari semua segi kehidupan, seperti dari aspek sosiologi, psikologi, dan politik. Kemudian dikaitkan dengan ekonomi. Semakin hari data tersebut semakin membesar dan dinamis sehingga tidak akan mampu menghasilkan informasi akurat jika masih menggunakan teori ekonomi yang sudah usang.

Denny menjelaskan pada tahun 2008 Chris Anderson membuat sebuah tulisan yang berjudul The End Of Theory. Inti dari tulisan tersebut adalah membantah teori umum yang menyatakan mengelola data dalam jumlah yang besar sangat tidak mungkin dilakukan, maka dari itu dilakukanlah uji sampel atau small data set experiment yang digeneralisasi melalui uji hipotesa. Menurut Anderson ada sebuah algoritma komputer yang mampu membaca kebenaran secara akurat dan menyeluruh yang disebut dengan big data.

Dengan kemampuan big data analysis maka sekarang metode survei yang menggunakan sampling dan uji hipotesa bisa di by pass. “Artinya metoda ilmiah yang diciptakan oleh Francis Bacon abad ke 15 sudah tidak berlaku,” papar Denny.

Amerika Serikat telah menggunakan Big Data untuk menganalisis semua pasar saham dan valas diseluruh dunia. Dengan menggunakan pemodelan complexity, mereka dapat membuat mata uang asing menjadi rontok dan seolah - olah hal itu terjadi secara alamiah.  Menurut Denny, analisa ini bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengembalikan posisi rupiah ke level yang lebih terhormat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement