REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Di tengah perlambatan ekonomi global yang turut mengimpit perekonomian Indonesia, industri nasional masih tetap bergeliat. Kementerian Perindustrian mencatat, pertumbuhan industri pengolahan non-migas pada kuartal II tahun 2015 sebesar 5,27 persen.
“Capaian pertumbuhan industri kuartal II tahun 2015 sebesar 5,27 persen dan itu berarti naik dari periode triwulan I kemarin yang sebesar 5,21 persen,” tegas Menteri Perindustrian Saleh Husin usai mengikuti Sidang Paripurna DPR RI di Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Pada sidang tersebut, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan keterangan pemerintah atas RUU APBN dan Nota Keuangan tahun anggaran 2016. Angka pertumbuhan industri tersebut, bahkan juga terhitung lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun ini yang mencapai 4,67 persen.
“Ini menguatkan optimisme kita untuk terus bekerja keras dan fokus dalam mengembangkan dan memperkuat struktur industri, serta hilirisasi. Yang pada akhirnya kita menyokong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan penciptaan lapangan kerja,” ujar Menperin.
Hingga kuartal II, lanjut Menperin, nilai total investasi yang masuk pada 2015 mencapai 5,07 miliar dolar AS. Capaian itu tumbuh 14,5 persen dibanding periode serupa 2014 yang sebesar 4,43 miliar dolar AS.
“Sesuai pidato Presiden yang juga mengungkapkan arah pembangunan untuk mengurangi kemiskinan dan pemerataan pembangunan, pada dasarnya, pengembangan industri nasional juga mendukung kesejahteraan masyarakat tersebut,” kata Saleh Husin.
Hal itu juga terpapar pada kegiatan prioritas Kemenperin tahun 2016, antara lain, pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa berupa 6 wilayah pusat pertumbuhan industri terutama yang berada dalam koridor ekonomi, 25 kawasan peruntukan industri, 14 Kawasan Industri dan 5 sentra IKM.
Selain itu, revitalisasi perusahaan industri tekstil dan aneka, pembuatan prototype kereta penumpang, penyusunan desain pabrik methanol berbasis gasifikasi batubara berkapasitas 500.000 ton/tahun, pabrik Paracetamol (10 ribu ton/tahun), amoxicilin (750 ton/tahun), dan garam farmasi (6.000 ton/tahun).
Di Sidang Paripurna tersebut, Presiden Jokowi juga menyinggung tentang pemberian insentif fiskal yang ditujukan untuk kegiatan ekonomi strategis guna mendukung iklim investasi dan dunia usaha.
Terkait hal itu, Menperin mengungkapkan beberapa realisasi pemanfaatan insentif fiskal seperti disetujuinya permohonan pemberian fasilitas Tax Holiday dan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) untuk tiga industri.
Ketiganya yaitu PT Unilever Oleochemical Indonesia, Petrokimia Butadiene Indonesia, dan Energi Sejahtera Mas dengan nilai sebesar Rp.5,5 triliun.
“Kami telah mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk pemberian fasilitas Tax Holiday kepada tujuh industri dengan nilai sebesar Rp.67,5 triliun. Kita akan berkoordinasi dan mendorong segera berwujud karena ini berdampak ganda pada investasi, penciptaan lapangan kerja, pemerataan industri ke luar Jawa dan juga pendapatan daerah,” kata Menperin.
Tujuh industri tersebut yaitu PT Indorama Polychem Indonesia, Ogan Komering Ilir Pulp & Paper Mills, Caterpillar Indonesia Batam, Feni Haltim, Well Harvest Winning Alumina Refinery, Synthetic Rubber Indonesia, dan Sulawesi Mining Investment.
Menperin juga mengungkapkan, masalah utama yang menghambat percepatan realisasi investasi adalah adanya keterbatasan infrastruktur, termasuk pasokan listrik dan harga energi gas yang kompetitif.
“Padahal, pemenuhan ketersediaan infrastruktur dan energi merupakan salah satu prasyarat utama yang harus dilakukan dalam pembangunan yang berkualitas dan mendongkrak daya saing,” pungkasnya.