REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan, Indonesia sejatinya belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang akan mulai pada Desember tahun ini. Kendati tak menampik realitas Indonesia sudah menyetujui MEA, Fadli menegaskan, pemerintah perlu memerhatikan perlambatan ekonomi nasional yang terjadi kini.
Kecenderungan pemerintah kini, kata Fadli, yakni terlalu mengandalkan satu negara sebagai investor utama di Indonesia. Dalam hal ini, Fadli memandang Presiden Joko Widodo cukup mengharap banyak dari Cina. Padahal, ekonomi dalam negeri Cina sendiri belakangan ini tengah mengalami koreksi.
"Jadi, harus ada langkah-langkah dari pemerintah, terobosan, untuk menghadapi situasi seperti sekarang. Jangan mengandalkan satu negara (investor)," kata dia, Jumat (7/8), di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Dia meminta pemerintah lebih fokus terhadap penguatan ekonomi nasional. Misalnya, sebut dia, industri dan manufaktur tengah mengalami kelesuan produksi. Demikian pula, penyerapan anggaran oleh pemerintah masih kurang maksimal. Tak kurang berbahayanya, kurs nilai tukar yang sudah mencapai Rp 13.500 per dolar AS.
Fadli mengkhawatirkan, apabila nanti The Federal Reserve menaikkan suku bunga, ekonomi Indonesia akan lay off, sehingga muncul banyak pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kita enggak bisa menahan laju capital outflow. Kita menganut sistem devisa bebas," ucap Fadli Zon.
Semestinya, lanjut Fadli, pemerintah menerapkan kebijakan yang berpihak pada penguatan ekonomi nasional. Yakni, ketika ekonomi Indonesia melemah, pemerintah memproteksi pasar dalam negeri. Sebaliknya, bila nantinya ekonomi Indonesia sedang kuat, barulah melakukan ekspansi.
"Free market, tapi kita tidak menyiapkan segala perangkat untuk memproteksi diri kita agar tak jadi penonton market Asia Tenggara," tambah Fadli.