Jumat 07 Aug 2015 15:33 WIB

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Perlu Direvisi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ratusan orang menunggu penerbangan yang terlambat di ruang tunggu terminal 3 Bandar udara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (18/2). PT Angkasa Pura II atau AP II menyatakan lima penerbangan yang mengalami keterlambatan (delay) kemarin di Bandara Inte
Foto: Antara
Ratusan orang menunggu penerbangan yang terlambat di ruang tunggu terminal 3 Bandar udara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (18/2). PT Angkasa Pura II atau AP II menyatakan lima penerbangan yang mengalami keterlambatan (delay) kemarin di Bandara Inte

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) akan memberikan rekomendasi dan masukan kepada pemerintah terkait revisi UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Revisi tersebut mendesak dilakukan karena melihat dinamika konsumen yang saat ini terjadi di masyarakat.

"Dinamika konsumen sangat menjadi perhatian, oleh karena itu kita sedang persiapkan untuk dilakukan penyempurnaan," ujar Kepala BPKN Ardiansyah Parman di Jakarta, Jumat (7/8).

Menurut Ardiansyah, kasus yang merugikan konsumen saat ini jumlahnya sudah tak terhingga. Mulai dari kasus perdagangan barang dan jasa, rendahnya pelayanan rumah sakit, delay pesawat terbang, dan soal perbankan. Dari kasus-kasus yang dialami oleh konsumen hanya sedikit yang mengalir ke pengadilan.

 Ardiansyah mengatakan, revisi undang-undang tersebut harus segera dikeluarkan oleh pemerintah. Pasalnya, banyak persoalan dari berbagai pengaduan yang merugikan konsumen.

"Pemerintah sedang menyusun naskah akademis dan kita sudah membentuk tim untuk menyiapkan substansi apa saja yang akan dimasukkan dalam revisi undang-undang tersebut," kata Ardiansyah.

Ardiansyah mengatakan, data pengaduan yang masuk ke BPKN pada periode Januari sampai Juli 2015 yakni sebanyak 187 kasus. Pengaduan tersebut terdiri dari pengaduan berupa tembusan sebanyak 172 kasus dan pengaduan langsung sekitar 15 kasus.

Berdasarkan komoditi, pengaduan paling banyak yakni di sektor perumahan atau properti sebanyak 11 kasus, pengaduan listrik 4 kasus, makanan dan minuman serta barang elektronik masing-masing 3 kasus. Sementara di sektor jasa, pengaduan paling banyak yakni pembiayaan konsumen sekitar 9 kasus, asuransi 5 kasus, transportasi 6 kasus, dan perbankan 4 kasus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement