REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyambut pembentukan Satuan Tugas (Satgas) yang telah mencapai tahap finalisasi. Pembentukannya diyakini merupakan langkah penting dalam mewujudkan pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan terhadap hak-hak masyarakat adat.
"Satgas adalah langkah awal menghentikan berbagai kriminalisasi masyarakat adat serta memulihkan hak-hak mereka selama belum ada mekanisme permanen dan UU perlindungan masyarakat adat," kata Deputi II Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi pada Kamis (6/8).
Dikatakannya, rekonsiliasi masyarakat adat di Indonesia dengan pemerintah mengalami kemajuan yang menggembirakan dalam tiga tahun terakhir. Kemajuan yang menjadi titik balik dari upaya rekonsiliasi adalah ditandai 25 Juni 2015 di mana Presiden Joko Widodo menerima audiensi dengan para pengurus AMAN untuk membicarakan bersama upaya-upaya memulihkan hak-hak masyarakat adat di Indonesia. Salah satu hasil dari audiensi adalah Presiden menyetujui dibentuknya satgas masyarakat adat.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengaku lega akan pembentukan satgas yang tengah memasuki tahap akhir. Sebagaimana diketahui, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat telah diakui dalam keputusan MK 35/2012.
Sayangnya keputusan itu tidak berjalan. Selain itu, penerbitan perda pengakuan masyarakat hukum adat berjalan sangat lambat di mana pemberian izin hutan tanaman rakyat (HTR) oleh pemda tidak berjalan karena adanya perbedaan persepsi.
"Satgas langsung di bawah presiden," kata Menteri Siti. Ia bertugas mengidentifikasi, mendaftarkan dan memverifikasi masyarakat hutan adat yang mengerjakan dan mempertahankan hak wilayah adat yang terkena masalah pidana.
Satgas juga mengkaji dan mengkategorisasi seluruh kasus pelanggaran HAM, konflik agraria dan sosial untuk dicairkan penyelesaiannya sesuai karakteristik kasus.