REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diharapkan tetap menggunakan jasa perbankan syariah nasional untuk menempatkan dana haji sesuai amanat undang-undang.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana berharap dana haji tidak ditarik semua dari bank-bank syariah. Ia yakin tetap ada komposisi penempatan di bank syariah.
"Penempatan di bank syariah baru sekitar Rp 20 trilun dari total Rp 75 triliun di akhir 2014," ungkap Permana.
Untuk penempatan, perbankan syariah paling aman dibanding investasi. Lagi pula, undang-undang mengunci penempatan dana haji harus pakai instrumen syariah.
"Jadi akan tetap lewat jalur perbankan syariah. Asosiasi perbankan syariah akan bicara ke pihak terkait mengenai ini," kata Direktur Unit Usaha Syariah Bank Permata ini.
Direktur Keuangan dan Stratagi Bank Syariah Mandiri Agus Dwi Handaya menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH), pada 17 Oktober 2015, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus sudah berdiri. Konsekuensinya, penyelenggara haji dan umroh akan terpisah dengan pengelola dana akan terpisah.
BPKH bisa menempatkan dana haji selain di bank-bank syariah. Pun boleh berinvestasi dalam surat berharga, membeli hotel di Mekkah atau Madinah atau yang aset lain yang terkait jamaah haji, alokasinya pun sudah ada.
Bagi perbankan syariah, ini tantangan baru karena bisa jadi ada pengurangan alokasi penempatan dana haji di perbankan syariah. Tapi, ini pun masih pasti karena tiap tahun dana haji yang masuk pun besar. Kesiapan BPKH melakukan penempatan dana tidak juga butuh waktu.
"Dari simulasi, tahun pertama BPKH baru bisa menempatkan dana di luar bank syariah maksimal 30 persen. Tahun ke dua, bisa 50 persen," ungkap Agus Dwi.
Tapi karena tiap tahun dana haji juga meningkat, keberadaan BPKH tidak secara signifikan langsung mengurangi dana haji di perbankan syariah.