REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro belum bisa berkomentar banyak mengenai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan Badan Penyelenggaran Kesejahteraan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak sesuai syariah Islam.
Namun, Bambang berharap pihak BPJS Kesehatan dapat menjelaskan duduk persoalan kepada MUI.
"Saya baru mendengar masalah tersebut," kata Bambang di kantornya, Kamis (30/7).
Bambang berharap kedua pihak yakni BPJS Kesehatan dan MUI dapat berdiskusi untuk membahas permasalahan ini.
"Biar diselesaikan baik-baik. Saya kira ini masalah pengertian saja," ucap Bambang.
Sebelumnya, MUI menilai ketentuan pemberian denda administratif sebesar dua persen per bulan, dari total iuran yang tertunggak maksimal tiga bulan, tidak sesuai dengan perspektif ekonomi Islam dan "fiqh muamalah".
"Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antarpara pihak, tidak sesuai prinsip syariah, karena mengandung unsur 'gharar', 'maisir', dan riba," demikian bunyi Ijtima Ulama ke lima Komisi Fatwa MUI se-Indonesia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemberian denda tersebut wajar diberlakukan dalam kegiatan penyelenggaraan pemberian jaminan sosial.
"Kalau soal denda itu kan memang selalu ada di setiap peraturan kita, kalau anda telat bayar pajak kan juga dikenai denda," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (29/7).
Oleh karena itu, Wapres mengatakan, Pemerintah akan mengkaji kembali nominal denda tersebut bersama para ulama.
''Kita perlu mempelajari saja masalahnya dan bisa didiskusikan dengan para ulama. Tentu akan ada banyak perbedaan pendapat, kadang dalam Bank Syariah juga begitu, kalau telat ada sanksinya. Ya nanti kita perbaiki sanksinya, bukan denda, apalah itu istilah administrasinya,'' ujarnya.