REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center of Reform on Economic (Core) Ina Primiana mengatakan penurunan kinerja industri tidak semata-mata disebabkan melemahnya kondisi ekonomi global dan domestik. Namun juga karena tingginya biaya operasional yang menjadi beban berat bagi industri.
Ina menjelaskan, berdasarkan riset Indonesia Investment 2013, biaya logistik di Indonesia termasuk yang paling mahal akibat belum memadainya infrastruktur. Biaya logistik industri diketahui sebesar 27 persen terhadap produk domestik bruto.
Indonesia bahkan masih kalah dari Vietnam yang hanya 25 persen terhadap PDB. Sedangkan Thailand 20 persen, Malaysia 13 persen. "Industri kita memang sangat terbebani dengan masalah transportasi," kata Ina dalam diskusi tengah tahun Core di Jakarta, Selasa (28/7).
Selain masalah biaya logistik, kinerja industri menurut juga disebabkan karena rendahnya penyerapan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Apalagi, kementerian-kementerian yang memiliki kaitan dengan industri seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, ESDM, masih di kisaran 30 persen.
Padahal, kata dia, belanja kementerian-kementerian tersebut mempengaruhi kinerja industri. "PU misalnya belanja infrastruktur seperti jalan, kemudian ESDM untuk menyediakan listrik," kata dia.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun menjadi penyebab penting lainnya. Industri harus mengeluarkan kocek lebih besar untuk mengimpor bahan baku.