Jumat 24 Jul 2015 21:28 WIB

Stimulus Fiskal Lebih Mendesak Atasi Perlambatan Ekonomi

Rep: Binti Sholikah/ Red: Dwi Murdaningsih
Bank Dunia memperkirakan di 2015 sejumlah negara di Asia Timur dan Pasifik akan mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonominya.
Foto: dok Republika
Bank Dunia memperkirakan di 2015 sejumlah negara di Asia Timur dan Pasifik akan mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonominya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan 35 kebijakan yang bertujuan menciptakan stimulus bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Hal itu dilakukan dengan menerbitkan dan menyesuaikan sejumlah peraturan di bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB).

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, saat ini ada persoalan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Solusinya salah satunya dukungan dari sisi lembaga keuangan secara keseluruhan.

Menurutnya, pada prinsipnya dalam kondisi pelambatan ekonomi dibutuhkan dukungan sektor keuangan, seperti pemberian stimulus sektor keuangan untuk mendkung sektor riil secara keseluruhan. Arahnya untuk mencegah perlambatan lebih lanjut.

"Tapi itu belum cukup. Kalau diperhatikan kondisi ekonomi yang melambat butuh stimulus terutama peran fiskal, karena kalau dilihat dari moneter benar, sektor keuangan penting, tapi di sektor fiskal juga jauh lebih pentig," jelasnya saat dihubungi Republika, Jumat (24/7).

Sebab, yang sangat melambat adalah sektor konsumsi swasta atau privat secara keseluruhan. Obatnya dari sisi fiskal. Sedangkan dari sisi moneter sudah banyak stimulus dan kebijakan, seperti kewajiban penggunaan rupiah, pelonggaran loan to value (LTV), penurunan uang muka KPR dan kredit kendaraan bermotor, dan lainnya.

Menurutnya, ada persoalan sisi fiskal yang tidak segera akselerasi, belanja masih lambat. Tahun ini menjadi tahun infrastruktur melalui reformasi subsidi BBM ke infrastruktur. Namun, realisasi di lapangan belum seperti yang diharapkan. Penggeseran subdisdi ratusan triliun rupiah tersebut sampai tengah tahun 2015 belum banyak realisasi terutama proyek lanjutan. Dari pemerintahan baru juga belum banyak anggaran yang terserap seperti yang diharapkan.

"Indikasi dari percepatan sisi fiskal akan menjadi tolok ukur penting sektor swasta untuk menyambut stimulus sektor perbankan," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement