REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dan Pasar Uang Farial Anwar menilai, selama ini hanya Bank Indonesia (BI) yang berupaya menjaga stabilitas kurs rupiah. Sedangkan pemerintah dianggap tak mampu serta tak mengerti cara menjaga mata uang rupiah.
Ia menambahkan, kini para pengamat telah mengingatkan Indonesia berpotensi krisis seperti pada 1998. "Maka pemerintah seharusnya bersiap mengambil tindakan pencegahan, bukan action pas sudah ada masalah dan bereaksi ketika ada guncangan," tuturnya kepada Republika, Kamis, (23/7).
Sebelumnya BI mengatakan Rupiah masih undervalue (di bawah nilai). "Kalau masih Rp 9.000 sampai Rp 10 ribu per dolar AS, undervalue-nya masih wajar, tapi sekarang sudah kebangetan keterlaluan," ujarnya.
Farial menyatakan, Rupiah kini seperti mata uang sampah yang tak berharga seperti di Zimbabwe serta beberapa negara serupa lainnya. Ia menyayangkan, di manapun level Rupiah berada, pemerintah selalu mencari pembenaran.
"Apa nggak malu kalau mata uang kita nggak ada nilainya. Coba bandingkan dengan negara lain seperti Singapura atau Malaysia," katanya. Ia menyebutkan di kurs dolar Singapura 1,3 per dolar AS, lalu di Malaysia 3,5 ringgit per dolar AS.