REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Ahli Sarjana Ekonomi Indonesia Darmin Nasution mengatakan lesunya harga komoditas di pasar global telah secara signifikan menurunkan pendapatan dan daya konsumsi masyarakat Indonesia. Hal itu terutama terjadi di daerah luar Pulau Jawa, yang pergerakan ekonominya sangat mengandalkan ekspor komoditas dan bahan mentah.
"Harga komoditas sangat berpengaruh bagi penduduk di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Bahkan kita melihat ekspor hasil tambang mencatatkan pertumbuhan negatif di beberapa daerah, seperti Riau dan Kalimantan Timur," ujar Darmin dalam "Silaturahmi dengan Dunia Usaha, Presiden Menjawab Tantangan Ekonomi" di Jakarta, Kamis (9/7).
Imbas negatif itu sangat terasa ke Indonesia, ujar Darmin, karena sejak 2006, sektor usaha dan industri lebih mengandalkan ekspor komoditas dibandingkan menggiatkan industri manufaktur. "Akhirnya ketika (harga komoditas) turun, itu sangat mempengaruhi penghasilan orang Indonesia," kata Mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Darmin melanjutkan dengan penurunan harga komoditas itu, konsumsi domestik, yakni konsumsi masyarakat dan swasta pun terganggu. Mengutip statistik Bank Indonesia, dia menyebut, konsumsi dunia usaha dan masyarakat telah turun, terindikasi dari merahnya indikator penjualan semen, bahan baku industri, dan penjualan kendaraan bermotor.
Ketika tren pelambatan ekonomi domestik terus terjadi, ujar Darmin, stimulus dari kebijakan fiskal pemerintah adalah yang sangat diharapkan oleh dunia usaha dan masyarakat. Namun, kata dia, tidak dapat dinafikkan bahwa realisasi program-program yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 juga sangat terlambat. Keterlambatan realisasi anggaran pemerintah itu menyebabkan upaya antisipasi pelambatan ekonomi global menjadi tidak maksimal.
"Kementerian PUPR dan Perhubungan mencatatkan realisasi pengeluaran yang masih di bawah tahun lalu, sementara masih ada beban target pajak yang tinggi," kata dia.
Realisasi belanja pemerintah pusat dari APBNP 2015 tercatat 33,1 persen hingga semester I 2015. Sementara target pertumbuhan ekonomi Indonesia dipatok 5,7 persen sesuai APBNP 2015, namun pertumbuhan di triwulan I hanya mencatatkan 4,71 persen.
Di sisi lain, berbagai lembaga keuangan internasional telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, didorong oleh keberlanjutan pelambatan ekonomi global, dan realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 yang di jauh di bawah ekspektasi.