Kamis 09 Jul 2015 16:08 WIB

Jokowi: Pemerintah Siap Hadapi Tantangan Fundamental Ekonomi

Joko Widodo
Foto: Republika
Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, pemerintah siap menghadapi tantangan fundamental ekonomi dengan memulai siklus baru ekonomi yang berbeda dari sebelumnya.

"Kita menghadapi tantangan ekonomi yang fundamental, tapi pemerintah siap menghadapi," kata Presiden Jokowi dalam silahturahim dengan akademisi dan pelaku usaha di Jakarta, Rabu (9/7).

Presiden menyebutkan, saat ini perekonomian Indonesia mengalami pelambatan karena mesin pertumbuhan ekonomi yang sudah tidak sesuai lagi. "Ekonomi kita sedang mengakhiri siklus lama dan mengarah siklus baru, ini transisi fundamental dari konsumsi ke produktif dan investasi," kata Presiden.

Menurut Kepala Negara, mesin pertumbuhan dari ekspor komoditas mentah tidak bisa lagi tak lagi menghasilkan karena harganya turun drastis. "Kita tidak bisa menunda lagi reformasi ekonomi secara fundamental meski pahit, sakit. Tidak ada kemajuan tanpa obat pahit. Banyak negara gagal upgrade mesin ekonomi bahkan janjikan kesejahteraan tanpa kerja keras, dan mereka sekarang di ambang kehancuran. Ini harus dihindari Indonesia," katanya.

Menurut dia, Indonesia harus membangun mesin pertumbuhan ekonomi yang baru. "Yang diperlukan saat ini adalah revolusi budaya manajemen," katanya.

Ia mencontohkan dalam menghadapi pelemahan kurs, produsen agar tidak langsung menaikkan harga, mestinya bagaimana menekan biaya, mengubah sistem distribusi dan produksi agar lebih efisien. "Ini bertahun-tahun dilakukan padahal tingginya harga barang dan jasa membuat negara kita tidak kompetitif," katanya.

Presiden menyebutkan dalam jangka pendek untuk menghadapi tantangan itu pemerintah antara lain stabilisasi perekonomian termasuk harga kebutuhan pokok.

Selain itu, perlu mengoptimalkan belanja pemerintah sambil tunggu bangkitnya mesin baru pertumbuhan. "Ruang fiskal yang ada akan kita manfaatkan," katanya.

Pemerintah juga akan menggalang dana investasi dari Jepang, Korea, Tiongkok, Singapura, Jerman, dan AS. "Pendanaan ini untuk investasi yang tingkatkan produktivitas, bukan konsumtif dan subsidi," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement