Ahad 05 Jul 2015 22:32 WIB

Kondisi Ekonomi Sulit, Pengusaha Tetap Wajib Berikan THR

Rep: C26/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah pekerja mengantri saat pembagian Tunjangan Hari Raya/THR. (ilustrasi)
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Sejumlah pekerja mengantri saat pembagian Tunjangan Hari Raya/THR. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi pertumbuhan Indonesia sedang berada pada masa sulit dengan rata-rata perusahaan mengalami penurunan keuntungan. Namun menyambut Hari Raya Idul Fitri, para pengusaha tetap wajib membayar Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para karyawannya.

Karena hal sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja di Perusahaan. Dewan Pengupahan DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menilai secara umum dunia usaha pasti merasa berat membayarkan THR tahun ini akibat kondisi ekonomi kita yang tidak sesuai harapan.

Tetapi kondisi sulitnya perekonomian sudah menjadi risiko dan pembayaran THR juga merupakan kewajiban yang harus tetap dilakukan. "Karena ini sudah merupakan kewajiban kita berharap pengusaha di DKI Jakarta dapat semaksimal mungkin membayarkan THR ke masing masing pekerjanya. Masalah waktu dengan kondisi saat ini dapat dikomunikasikan dengan para pekerja," kata Sarman lewat siaran pers yang dikirimnya kepada Republika, Ahad (5/7).

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor 7/MEN/VI/2015 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Imbauan Mudik Lebaran Bersama tertanggal 3 Juni 2015, pembayaran THR memang wajib dibayarkan oleh pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum lebaran. Artinya minggu kedua bulan Juli ini merupakan batas akhir pekerja menerima pembayaran THR dari Perusahaan.

Akan tetapi semua dapat dikembalikan pada kemampuan dan kesiapan financial masing masing perusahaan dan harus dikomunikasikan kepada karyawan masing-masing.  Namun pembayaran tetap harus diberikan sesuai dengan haknya.

Ia menilai perlu juga adanya pengertian dari para pekerja melihat omzet yang menurun dan kondisi ekonomi yang dihadapi  perusahaan saat ini.  Untuk mengantisipasinya perusahaan juga dapat berkomunikasi dengan Lembaga Bipartit.

Bagi perusahaan yang tidak memiliki kemampuan membayar THR agar dapat mengadakan komunikasi dan mendiskusikan dengan pekerja untuk mencari formula dan solusi yang terbaik yang tidak merugikan pekerja dan pengusaha.

Seperti diketahui data BPS DKI Jakarta bahwa pertumbuhan ekonomi Jakarta tiwulan I tahun ini 5,08 persen melambat dibanding triwulan I tahun 2014 sebesar 6,01 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha informasi dan komunikasi sebesar 9,54 persen. Sedangkan struktur ekonomi Jakarta triwulan I tahun 2015 ini didominasi tiga sektor usaha yaitu Perdagangan besar dan eceran,reprasi mobil dan sepeda motor sebesar 16,75 persen, industri pengolahan sebesar 13,86 persen dan kontruksi sebesar 13,25 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement