REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rendahnya geliat eksplorasi di dalam negeri yang selama ini terjadi disinyalir merupakan dampak dari sistem perizinan yang berbelit. Berangkat dari kondisi ini, Komite Eksplorasi Nasional (KEN) mendesak pemerintah untuk memangkas perizinan yang ada. Salah satu caranya, adalah dengan merevisi Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Ketua KEN Andang Bachtiar menilai, UU nomor 33 tahun 2004 jelas mengatur mengenai peran daerah dalam memberikan izin eksplorasi. Belum lagi, izin dari pusat dan juga instansi lainnya. Desakan ini, lanjut Andang, dikeluarkan setelah pihaknya melakukan komunikasi dengan 48 daerah setingkat kabupaten/kota di Indonesia. Hasilnya, memang ada indikasi izin yang rumit di daerah.
"Dari situ ada sekitar 84 persen dari perizinan di daerah itu, yang dilakukan oleh daerah itu dan diamanatkan oleh UU. Jadi kalau mau memangkas perizinan itu, ya UU juga dihapus. Itu sebenarnya ada UU yang mengharuskan mereka begitu," jelas Andang, Selasa (30/6).
Andang juga menambahkan, masalah perizinan ini menjadi tugas pemerintah untuk mengurainya. Namun, dirinya bersama dengan tim KEN akan memberikan rekomendasi dengan berkoordinasi dengan Menteri Koordinator terkait.
"Kami akan lakukan riset-riset eksplorasi," ujar Andang.
KEN sendiri baru saja terbentuk pada 11 Juni 2015 lalu dengan 47 anggota yang terdiri dari akademisi, ahli hukum, insinyur, ekonom, geologist, dan geophisicist. KEN akan bekerja sampai akhir tahun 2015 dengan memberikan masukan kepada pemerintah untuk menggenjot eksplorasi.