REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pencabutan izin sebanyak 15 perusahaan perikanan yang tergabung dalam empat grup perusahaan besar di Tanah Air seharusnya hanya menjadi langkah awal penataan sektor perikanan. Sehingga pencabutan ini bukan menjadi tujuan utama Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Pencabutan izin 15 perusahaan perikanan menjadi langkah awal yang bisa dilakukan oleh KKP," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Senin.
Menurut Abdul Halim, KKP harus segera melakukan upaya lanjutan. Upaya tersebut seperti melakukan penuntutan atas dugaan kejahatan perikanan yang telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perikanan tersebut.
Hal itu, ujar dia, karena perusahaan tersebut tidak hanya merugikan negara dari sisi pemasukan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), melainkan juga merugikan pekerjanya. Selain itu, lanjutnya, hal tersebut juga dinilai merugikan masyarakat nelayan yang dinilai terbatasi akses melautnya.
Terkait dengan kekhawatiran pemberhentian banyak tenga kerja, ia menyarankan pemerintah mesti belajar dari ekses dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 Tahun 2015 terkait pelarangan alat tangkap cantrang. "Ketidakmampuan pemerintah menyiapkan solusi atas ekses tersebut, berakibat pada terlanggarnya hak-hak konstitusional rakyat, seperti hak untuk bekerja dan hak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik," tuturnya.
Untuk itu, Sekjen Kiara menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan bahwa ke-15 perusahaan perikanan memenuhi hak-hak pekerjanya setelah dikeluarkan pencabutan izin usahanya. Abdul Halim juga menyarankan hal lain yang bisa dilakukan adalah menyalurkan para pekerja kepada perusahaan kelautan dan perikanan atau usaha kreatif lainnya milik negara atau bekerja sama dengan swasta.
Sebelumnya, pemerintah diberitakan bakal mencabut izin 15 perusahaan perikanan yang terindikasi kuat melakukan sejumlah pelanggaran. Pelanggaran itu adalah pemalsuan dokumen (kapal-kapal yang dimiliki pelaku usaha perikanan yang sudah berbendera Indonesia banyak yang teridentifikasi masih terdaftar di negara asal).
Pemalsuan dokumen dinilai memudahkan kapal tersebut mengeksploitasi sumber daya negara sebuah negara. Dengan cara menangkap ikan di negara tersebut namun mendaratkan ikan di pelabuhan negara lainnya.
Sejumlah pelanggaran lainnya yang terindikasi dilanggar, misalnya, "double flagging" (kapal mengibarkan bendera sebuah negara padahal kapal itu tidak terdaftar di negara yang benderanya dikibarkan). Karena itu, KKP akan menindaklanjuti tiap dugaan kejahatan perikanan dan mendorong agar instansi yang berwenang menindaklanjuti kejahatan terkait perikanan tersebut.