REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembangan bahan bakar nabati tidak bisa ditumpukan kepada APBN semata. Sehingga pemerintah harus mencari sumber dana lainnya seperti pembentukan CPO Fund.
“Badan Layanan Umum (BLU) CPO Fund di bawah kepemimpinan Bayu Krisnamukti harus melakukan good corporate governance dalam pengelolaan dana pungutan untuk keperluan pengembangan bahan bakar nabati menggantikan bahan bakar fosil,” harap Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati dalam rilisnya, Kamis (18/6).
Implikasinya seperti transparansi penggunaan dana untuk pengembangan biodiesel, penampungan pengunaan dana hasil pungutan, hingga target hasil olahan.
“Harus ada peran pemerintah dalam pengelolaan dana di BLU tersebut sehingga tidak ada penyimpangan dalam penggunaannya. Mekanisme penggunaan dana dan pengembangan BBN menjadi sangat penting di dalam BLU tersebut. Meski ini tidaklah mudah,”tambah Enny.
Masih adanya penolakan yang dilakukan oleh pelaku industri hilir kelapa sawit, menurut Enny, harus dicarikan solusinya dengan mengajak mereka untuk duduk bersama dan memberikan solusi terhadap keberatan tersebut. Seperti memberikan pengurangan pungutan atau subsidi kebijakan dalam hal lain.
“Tentunya setiap kebijakan yang diambil akan ada pihak yang keberatan meski saya kita kemarin semua sudah setuju. Untuk indusitri hilir harus dicarikan solusinya sehingga kebijakan yang bagus ini bisa berjalan. Kebijakan pungutan ini jangan digebyah uyah semua tapi harus ada penyesuaian,” tambahnya.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, ketergantungan energi kepada negara lain sangat berbahaya karena itu perlu diupayakan untuk memaksimalkan potensi sumber -sumber energi alternatif menggantikan energi fosil.
Sumber energi alternatif yang cukup banyak dimiliki Indonesia antara lain sawit. Pasokan kelapa sawit Indoensia saat ini sangat melimpah sehingga tidak perlu menambah luas lahan sudah mencukupi kebutuhan.