REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan fokus pada pelaksanaan anggaran dan pembangunan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Deputi Kementerian Koordinator Perekonomian Bidang Fiskal dan Moneter Bobby Hamzar Rafinus menilai ekonomi Indonesia saat ini memang sedang mengalami tekanan berat akibat perkembangan ekonomi global. Salah satunya dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina, Eropa, dan Jepang. Sementara itu pemulihan ekonomi Amerika Serikat dari dampak krisis 2009 semakin kuat.
Menurutnya, perubahan struktur ekonomi Indonesia relatif lambat menghadapinya. Seperti perlunya pergeseran komoditas ekspor dari bahan baku kepada produk manufaktur. Selain itu, peran investor asing semakin besar di pasar keuangan dan pasar modal.
Perubahan organisasi kementerian juga telah menyebabkan pencairan anggaran 2015 relatif lambat. "Beberapa hal inilah yang antara lain mengakibatkan beberapa indikator ekonomi semester I-2015 ini memburuk," kata Bobby dalam pesan singkat kepada Republika, Rabu (10/6).
Meski demikian, perbaikan outlook ekonomi Indonesia dari stabil jadi positif oleh pemeringkat Standard and Poors (S&P) bulan lalu dinilai menunjukkan besarnya potensi perbaikan kinerja ekonomi Indonesia. "Untuk itulah saat ini pemerintah fokus pada percepatan pelaksanaan anggaran dan pembangunan infrastruktur," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga melakukan langkah perbaikan iklim investasi serta diversifikasi tujuan dan meningkatkan komoditas ekspor. Pemerintah juga melakukan upaya penguatan sektor keuangan dan pengendalian stabilitas harga. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan indikator ekonomi akan mulai membaik pada kuartal III-2015.
Pernyataan Bobby tersebut menanggapi hasil kajian tengah tahun (KTT) Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang mencatat 10 indikator perkembangan ekonomi Indonesia sampai semester I-2015 menunjukkan lampu kuning.
Indikator tersebut antara lain, pertumbuhan ekonomi anjlok, penurunan kualitas pertumbuhan, penurunan investasi, pertumbuhan kredit melambat defisit neraca pembayaran, tekanan depresiasi rupiah, indeks keyakinan bisnis menurun, peran stimulus fiskal nihil, meningkatnya pengangguran dan ketimpangan, serta daya beli masyarakat anjlok.