Senin 08 Jun 2015 20:57 WIB

OJK Kaji Imbal Hasil Acuan Perbankan Syariah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Perbankan Syariah.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Perbankan Syariah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji imbal hasil acuan bagi perbankan syariah. Direktur Perbankan Syariah OJK Achmad Buchori mengatakan, dibanding perbankan konvensional, perbankan syariah masih telatif baru dan tenaga di industri ini pun pun belum semua paham mengenai imbal hasil.

Agar mudah menghitungnya, imbal hasil disamakan dengan bunga perbankan konvensional atau lebih murah agar kompetitif. Perbankan syariah belum punya hitungan yang khas.

OJK bantu membuat kajiannya, bagaimana menghitung imbal hasil sewa atau jual beli yang berbeda dari konvensional dengan mengacu pada sektor-sektor riil. ''Bisa saja membandingkan dengan konvensional, tapi itu hanya perbandingan, tidak menyamakan,'' kata Buchori.

Imbal hasil tiap wilayah dan sektor usaha juga berbeda, misalnya imbal hasil sektor pertanian akan berbeda dengan perikanan.

Kajian ini sudah dilakukan sejak tahun lalu dan berlanjut karena banyaknya sektor. Program komputasinya pun sedang dikembangkan agar lebih cepat.

Mengenai imbal hasil acuan pada sektor riil ini, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana mengungkapkan, urusan sektor riil, perbankan syariah terdepan. Sebab perbankan syariah selalu mengacu pada sektor riil, tidak pada produk derivatif.

Pangsa pasar perbankan syariah juga masih kecil sehingga apa yang terjadi masih didorong pergerakan yang besar, konvensional. Ia melihat pasar perbankan syariah terakumulasi bersama pasar konvensional, sehingga apa yang terjadi di konvensional, perbankan syariah masih ikut.

''Tidak ada segmen bank syariah yang terpisah penuh dari konvensional. Nasabah bank syariah adalah nasabah ke dua dari konvensional,'' kata Permana.

Loyalis bank syariah, lanjut dia, sangat kecil jumlahnya. Para loyalis pun punya tuntutan agar perbankan syariah sama kompetitifnya dengan konvensional.

Jika tidak dipenuhi industri, mereka bisa lepas. Acuannya akhirnya pada kondisi dan dinamika pasar.

Peneliti ekonomi syariah STEI SEBI Azis Budi Setiawan mengapresiasi jika OJK punya acuan tersendiri bagi perbankan syariah. Sehingga imbal hasil tidak dipukul rata yang membuat beberapa sektor tidak tersentuh.

''Yang penting akurasinya. Karena kalau salah, risiko untuk bank syariah makin tinggi. Kajiannya harus kokoh,'' kata Azis.

Kerangka yang pernah dibuat juga adalah suku bunga dasar kredit (SBDK) oleh Bank Indonesia. Ini bagian penting sebagai bentuk keadilan dunia usaha dengan perbankan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement