REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam kurun waktu 2010 hingga Maret 2015, realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dari Jepang mencapai angka 13,3 miliar dolar AS atau Rp176,89 triliun. Angka ini setara dengan 64,5 persen dari rencana investasi terhitung sejak tahun 2010 – Maret (kuartal 1) 2015.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Azhar Lubis menyebut, berdasarkan data yang dimiliki BKPM, rencana investasi PMA asal Jepang, yang izin prinsip penanaman modal terbit sejak tahun 2010 - bulan April 2015 yang telah izin usaha adalah sebesar 20,6 miliar dolar AS atau Rp274,2 triliun.
Azhar melanjutkan, perusahaan PMA asal Jepang tersebut bergerak di luar sektor jasa dan perdagangan besar, yaitu industri alat angkutan dan transportasi lainnya, industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik, sektor listrik, gas dan air, industri kertas, barang dari kertas dan percetakan, industri karet, barang dari karet dan plastik, kimia dasar, barang kimia dan farmasi, serta industri makanan.
"Jika dilihat dalam realisasi investasi Jepang tersebut, sebesar 11,6 miliar dolar (87,3 persen) ada di sektor sekunder atau industri, sebesar 1,5 miliar dolar (11,5 persen) di sektor tersier, dan sisanya sebesar 164,1 juta dolar (1,2 persen) terdapat di sektor primer," ujar Azhar, Kamis (4/6).
Selain itu, realisasi investasi Jepang, sebesar 8.5 miliar dolar AS (63,9 persen) adalah merupakan perluasan, sedangkan sebesar 4,8 miliar dolar AS (36,1 persen) merupakan proyek baru.
Sedangkan rencana investasi Jepang tersebut, sebesar 16,9 miliar dolar AS (81,8 persen) ada di sektor sekunder, sebesar 3,2 miliar dolar AS (15,7 persen) ada di sektor tersier, dan sisanya sebesar 531 juta dolar AS (2,5 persen) ada di sektor primer.
Rencana investasi Jepang tersebut, sebesar 12,6 miliar dolar AS (61,1 persen) merupakan proyek perluasan, dan sebesar 8 miliar dolar AS (38,9 persen) merupakan proyek baru.
"BKPM berharap proyek investasi PMA asal Jepang yang belum terealisir dapat berjalan lancar hingga akhirnya beroperasi secara komersial," lanjut Azhar.