REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Migas Salammudin Daeng meminta rekomendasi yang dikeluarkan Faisal Basri dan kawan-kawan yang tergabung dalam Tim Anti Mafia Migas tidak ditelan secara mentah-mentah. Ia meminta publik tidak terpesona dengan Faisal Basri yang tampil sebagai sosok anti mafia dan sangat berpihak kepada rakyat.
"Publik banyak terpesona oleh rekomendasi Tim Anti Mafia Migas, padahal beberapa rekomendasi yang dikeluarkan sangat berbahaya bagi kedaulatan bangsa dan keselamatan rakyat," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Membedah Rekomendasi Tim Anti Mafia Migas Bentukan Menteri ESDM Sudirman Said" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (3/6).
Pada dasarnya, ia katakan ada tiga garis besar rekomendasi Tim Anti Mafia Migas, pertama ialah dalam hal subsidi. Sejak awal tim anti mafia migas dipandang membebani APBN, dan mengusulkan penggunaan kartu untuk subsidi BBM dan distribusi tertutup untuk gas.
Ia menambahkan, sebagai tidak lanjut dari upaya penghapusan subsidi, Faisal Basri dkk, juga merekomendasikan untuk menghentikan impor RON 88 (jenis bahan bakar premium) dan Gasoil 0,35 persen sulfur, dan menggantinya masing-masing dengan impor Mogas92 dan Gasoil 0,25 persen sulfur. Produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan Gasoil 0,25 persen sulfur; dan mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON88 menjadi bensin RON92.
"Rekomendasi lainnya berkaitan dengan subsidi yakni harga eceran BBM ditetapkan berdasarkan rumusan pasti dan stabil, terbuka bagi masyarakat termasuk rumusan penentuan besaran alpha; disertai kebijakan safety net berupa subsidi tetap pada saat harga tinggi dan penetapan harga lebih tinggi dari harga keekonomian pada saat harga rendah. Mekanisme demikian masih dirasakan perlu setidaknya untuk jangka menengah," lanjutnya.
Keseluruhan rekomendasi Tim Anti Mafia Migas dalam hal subsidi baik sistem kartu, penghapusan premium (Ron 88), dan mekanisme penetapan harga BBM berkaitan dengan upaya menghapus subsidi BBM secara menyeluruh dalam rangka liberalisasi perdagangan migas, lanjutnya.
Selain melanggar konstitusi dan putusan MK, Salammuddin mengatakan, rekomendasi Tim Anti Mafia Migas sejalan dengan pemikiran lembaga keuangan internasional, perusahaan-perusahaan multinasional yang hendak menguasai pasar BBM Indonesia. Dalam hal ini sindikat dan mafia internasional telah dan akan memberi dukungan kepada rekomendasi Tim Anti mafia Migas.
"Demikian pula dengan rekomendasi agar pemerintah penetapan harga lebih tinggi dari harga keekonomian pada saat harga minyak jatuh adalah kejahatan kepada rakyat, dikarenakan pendapatan migas tidak dikembalikan bagi kesejahteraan rakyat," papar Salammudin.
Kedua, dalam hal kebijakan fiskal. Tim Anti Mafia Migas merekomendasikan pemberian insentif fiscal, tax holiday dll., secara besar besaran kepada investor. Kebijakan ini, ia nilai, akan semakin memperluas dominasi asing dalam sektor migas. Saat ini asing menguasai sekitar 85 persen dari produksi minyak mentah nasional.
"Selain itu dana cost recovery yang ditanggung pemerintah selama ini untuk menggantikan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam eksploitasi migas, terindikasi penuh dengan mark up dan manipulasi. Cost recovery yang besar ditengah produksi minyak yang terus menurun telah menggerus fiskal dan menyebabkan negara kehilangan kemampuan dalam membangun sektor migas dan terus bergantung pada asing. Namun Tim Anti Mafia Migas sama sekali tidak menyentuh masalah ini secara mendasar," sambungnya.
Yang terakhir ialah, dalam hal regulasi dimana ia katakan Tim anti Mafia Migas merekomendasikan untuk revisi UU 22 2001 namun merekomendasikan pembentukan BUMN baru mengganti SKK migas. Tim beralasan Pertamina tidak dibebani fungsi pengaturan dan pengendalian sektor hulu migas. Hal ini dimaksudkan agar Pertamina terhindar dari risiko kontrak migas dan dapat berkonsentrasi pada usaha komersial sehingga berkembang menjadi perusahaan yang berdaya saing tinggi dan berskala global.
Menurut Salammudin, pembentukan BUMN baru bukan perkara mudah dari sisi keuangan, dan operasional. Rekomendasi ini, ia pandang akan melemahkan Pertamina, memperparah kedaulatan migas dan semakin semaraknya korupsi dalam BUMN baru.
"Jika disimpulkan, secara garis besar rekomendasi Tim Anti Mafia Migas bermuara kepada pencabutan subsidi, liberalisasi sektor migas dari hulu sampai ke hilir dan pelemahan atau penghancuran Pertamina," ungkapnya.
Terkait dengan Pertamina, sejak sejak semula, jauh sebelum rekomendasi tim anti mafia migas diumumkan secara resmi, ia mengatakan serangan Faisal Basri langsung diarahkan secara bertubi tubi ke Pertamina.
"BUMN migas satu satunya milik negara ini diserang dengan berbagai issue, salah satunya adalah issue mafia di Petral anak perusahaan Pertamina. Meskipun hingga saat ini tidak ada satupun Direksi Pertamina dan Petral yang diperiksa Polisi dan Kejaksaan. Sementara setelah Petral dibubarkan dan hanya menghasilkan satu hal yakni gerombolan mafia baru masuk leluasa menggantikan posisi Petral," tegas Salammudin.
Ia melanjutkan, pembubaran Petral tidak menambah APBN dan tidak menurunkan harga BBM yang dijual ke rakyat. Pemberantasan mafia, ia nilai hanya ribut di Media, hingga saat ini tidak ada mafia yang disentuh hukum.
Dugaan adanya keterlibatan SBY melindungi mafia migas Petral sebagaimana dikatakan menteri ESDM Sudirman Said, tidak dilanjutkan ke ranah hukum. Issue mafia migas seperti sepertinya cuma dijadikan sebagai dagelan bahan tontotan masyarakat. Publik menganggap boleh jadi ini hanya senjata untuk mengganti kepengurusan mafia migas melalui penempatan antek baru dalam seluruh lembaga yang terkait, lanjutnya.
Ia menilai, upaya pemberantasan mafia migas semestinya harus dimulai dari akar masalahnya yakni lemahnya peran negara negara dalam sektor migas. Menyebabkan seluruh institusi pengambil kebijakan menjadi sarang mafia, seperti Kementrian Ekonomi Sumber Daya Mineral (ESDM), Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas), perusahaan asing, BUMN migas dan pemerintah daerah (Pemda).
"Dalam sistem yang berlangsung sekarang sangat tidak mungkin presiden, menkoperekonomian, menteri ESDM, SKK migas, BUMN migas, dan pemerintah daerah tidak menjadi mafia atau menjadi antek mafia dalam sektor migas. Kewenangan dalam lembaga lembaga negara yang berkaitan dengan migas tersebut rawan dipertukarkan, diperdagangnya untuk kepentingan memperkaya diri pribadi dan kelompok," tambahnya.
Sementara pada saat yang sama, ia katakan proses liberalisasi migas, mulai dari hulu sampai ke hilir berlangsung semakin lancar dimana kontrak migas jatuh ke tangan asing, UU migas semakin liberal, BUMN Pertamina semakin hancur, Harga BBM, LPG, Listrik akan tetap tinggi dan mencekik rakyat.
Sekali lagi, ia katakan rakyat telah tertipu dengan pepesan kosong Tim Anti Mafia Migas. Sebagai kesimpulan, ia mengatakan, rekomendasi tim anti mafia migas terindikasi menjadi bagian dari sindikat, mafia dan kartel internasional. Perlu dicatat, lanjutnya, tidak ada satu butirpun rekomendasi tim yang menyerang dan mengkritisi perusahaan multinasional.
"Selain itu rekomendasi tim merupakan bagian dari upaya sindikat dan mafia minyak dalam negeri untuk memperebutkan bisnis migas, mulai dari impor minyak, belanja pertamina. Serangan bertubi tubi kepada Pertamina terindikasi merupakan bagian dari upaya mengganti antek antek para sindikat, kartel dan mafia dalam Pertamina. Kesimpulan akhir bahwa rekomendasi tim tidak ada kaitannya dengan tuntutan masyarakat yang menghedaki BBM subsidi, murah serta terjangkau. Rekomendasi tim outsourcing Menteri ESDM Sudirman Said ini tidak wajib diikuti oleh lembaga negara lainnya dan tidak mengikat," terangnya.