Rabu 03 Jun 2015 22:50 WIB

Bunga KUR Masih Wajar Asal, Bank tak Ribet

Rep: C91/ Red: Djibril Muhammad
Peluncuran Sertifikasi NIK dan KUR: Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga saat peluncuran Sertifikat Nomor Induk Koperasi (NIK) dan Perdana Kredit Usaha Rakyat (KUR), Selasa, (26/5) di Kantor Kemenkop UKM.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Peluncuran Sertifikasi NIK dan KUR: Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga saat peluncuran Sertifikat Nomor Induk Koperasi (NIK) dan Perdana Kredit Usaha Rakyat (KUR), Selasa, (26/5) di Kantor Kemenkop UKM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menurunkan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR), dari 22 persen menjadi 21 persen. Angka itu dinilai masih tinggi bagi pelaku usaha mikro.

Kepala Ekonom Samuel Asset Manajemen, Lana Soelistianingsih menyatakan, dibandingkan bunga kredit normal yang hanya 13 persen, bunga KUR memang cukup tinggi. Hanya saja ia menambahkan, angka tersebut wajar, sebab KUR tak mempunyai agunan.

"Dalam hal turun dari 22 persen sampai 21 persen itu bagus untuk membantu usaha kecil mendapatkan kredit lebih besar," ujarnya kepada Republika, Rabu, (3/6). Lana mengatakan, dibandingkan bunga dari rentenir yang mencapai 50 persen KUR masih belum tinggi.

Meski begitu, ia mengungkapkan, masih banyak masyarakat yang lebih memilih meminjam di rentenir. "Kenapa rentenir masih marak? Karena ada tigal alasan, pertama orang tidak tertarik masuk bank, kedua bank biasanya minta administrasi berbelit-belit, ketika bisa jadi orang mengajukan pinjman Rp 15 juta dikasihnya cuma Rp 7 juta," jelasnya.

Maka menurut Lana, permasalahannya bukan pada tinggi rendahnya bunga, melainkan kemudahan serta ketersediaan bank. Ia menuturkan, supaya KUR bisa banyak dimanfaatkan, bank harus mempermudah administrasi dan menyediakan dana kreditnya sesuai permintaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement