Selasa 02 Jun 2015 07:22 WIB

Arab Saudi Klaim Strategi OPEC Soal Produksi Minyak Sedang Bekerja

Logo OPEC
Logo OPEC

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Strategi OPEC tidak memangkas produksi mereka dalam rangka mempertahankan pangsa pasar sedang bekerja, Menteri Perminyakan Arab Saudi Ali al-Naimi mengatakan Senin (2/6), ketika ia tiba di Wina untuk pertemuan kartel guna memutuskan tingkat produksi.

Ketika ditanya apakah strategi yang didorong oleh anggota utama OPEC Arab Saudi itu bekerja, Ali al-Naimi mengatakan kepada wartawan di Wina: "Jawabannya adalah ya ... Permintaan sedang meningkat. Pasokan melambat. Ini adalah fakta. Pasar sedang melakukan stabilisasi."

"Anda dapat melihat bahwa saya tidak tertekan, bahwa saya senang," katanya.

Kartel OPEC beranggotakan 12 negara, memproduksi sekitar 30 persen dari minyak dunia, diperkirakan pada Jumat (5/6) akan mempertahankan target produksi resminya sebesar 30 juta barel per hari (bph).

Anggota-anggota Teluk, yang dipimpin oleh Arab Saudi, mungkin akan menolak desakan untuk memangkas produksi karena mereka berusaha untuk menjaga pangsa saham mereka dari gangguan kelebihan pasokan luas -- didorong sebagian oleh "booming" minyak serpih (shale) Amerika Serikat.

"OPEC kemungkinan akan mengkonfirmasi target produksi sebesar 30 juta barel per hari mengingat bahwa strategi mempertahankan pangsa pasar membuahkan hasil," kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.

"Kenaikan pesat dalam produksi minyak mentah AS telah berhenti dan harga minyak telah pulih jauh sejak Februari."

Namun pada Senin, Naimi menolak untuk menggambarkan tentang apa hasil dari pertemuan Jumat mendatang, mengatakan: "Kami bahkan belum bertemu belum ... saya bersedia untuk membahasnya dengan semua orang."

OPEC pada November menolak untuk memotong target produksi minyak resmi harian 30 juta barel -- yang telah berdiri selama lebih dari tiga setengah tahun -- meskipun sedang kelebihan pasokan.

Langkah yang mengirim harga minyak jatuh lebih lanjut, secara luas dianggap sebagai upaya taktis untuk meningkatkan permintaan dan merugikan produksi non-OPEC, khususnya produsen minyak serpih AS yang memiliki biaya lebih tinggi.

Dalam beberapa pekan terakhir, harga minyak telah berjuang naik kembali setelah pasar jatuh 60 persen antara Juni hingga Januari di balik pasokan yang melimpah. Sementara harga yang lebih tinggi meningkatkan pendapatan para produsen mereka juga dapat membebani permintaan -- dan pada gilirannya pertumbuhan ekonomi -- merugikan kartel dalam jangka panjang.

Namun, dihadapkan dengan penurunan terjal dalam pendapatan mereka, beberapa anggota OPEC -- yang dipimpin oleh Iran dan Venezuela -- telah secara terbuka mendesak kartel untuk memotong produksi guna mendukung harga.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement