REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin meminta kepada presiden dan seluruh jajarannya agar membuat sejarah baru Indonesia untuk memerdekakan sektor pangan dan energi dimana telah menjadi isu utama Indonesia yang dimulai sejak menjelang lengsernya pemerintahan Suharto.
“Pangan dan Energi ini bagi indonesia ibarat tajamnya pisau, jika ia dalam keadaan baik akan memberikan rasa aman dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Namun, jika pangan dan energi ini lagi buruk, maka dengan sangat cepat mampu menggulingkan sebuah pemerintahan dan menyengsarakan seluruh rakyatnya”, kata Politikus PKS ini mengibaratkan.
Ia juga mengatakan, perbaikan sektor energi dan pangan setiap tahun dievaluasi dan direncanakan baik dalam tata kelola produksi maupun distribusinya. Namun hingga kini, persoalan pangan dan energi ini terus menghantui pemerintah.
Ibarat penyakit yang menular kepada masyarakat dengan segala macam kegaduhan. Mulai dari masalah impor pangan, impor BBM, mahalnya harga beras, naiknya harga BBM, kelangkaan produk pangan dan energi.
Pemerintah harus sadar, lanjutnya, bahwa setiap kegaduhan pangan dan energi, akan membuat guncang negara. Rembetan masalah akan segera bermunculan bila dua sektor ini mulai goyah. Keamanan secara spontan dengan cepat akan musnah. Pencurian, perampokan, begal hingga pembunuhan muncul tiba-tiba.
Demonstrasi segera menyusul untuk menuntut perbaikan dua sektor ini. Jika terlalu lama masyarakat disodori gaduhnya sektor pangan dan energi, maka akan meningkatkan angka kemiskinan yang ujungnya membangkitkan amarah masyarakat untuk menggulingkan pemerintahan.
Pada hari kebangkitan nasional pertama di era pemerintahan kabinet kerja (20 Mei 2015), Legislator Sulawesi Selatan II ini meminta kepada presiden Jokowi untuk mengukir sejarah besar pada pengokohkan sektor pangan dan energi sehingga tidak ada lagi kegaduhan yang menghiasi negara Indonesia.
“Saya meminta kepada pemerintah terutama kepada presiden, untuk menstabilkan sektor pangan dan energi yang berimplikasi pada stabilnya harga-harga produk-produknya”, pinta Andi Akmal.
Berubah-ubahnya harga BBM, merangkak naiknya Gas LPG dan Tarif Dasar Listrik (TDL), serta tidak terkendalinya harga beras yang muncul secara bersamaan baru pertama terjadi setelah lengsernya Suharto menjadi presiden. Catatan buruk pemerintah sekarang, akan bisa di hapus bila kedepannya, pangan dan energi menjadi mandiri, kuat dalam arti berdaulat pada masa pemerintahan sekarang.
“Akan menjadi sejarah besar, bagi Jokowi selaku presiden, bila mampu menjadikan sektor pangan dan energi menjadi berdaulat, sehingga kedudukan negara Indonesia dimata dunia dalam waktu singkat tidak akan dipandang sebelah mata lagi”, Andi Akmal mengakhiri.