REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, SARAJEVO –- Bank Pembangunan Islam (IDB) mempertimbangkan kemungkinan penerapan sistem pembiayaan syariah di Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB). Kepala Pemberi Pinjaman Multilateral IDB Wilayah Jeddah mengatakan kepada Reuters, Kamis (14/5), pihaknya tengah berdiskusi dengan para pejabat Cina terkait hal itu.
Langkah tersebut memungkinkan penggunaan sukuk (obligasi syariah), yang telah dikenal secara luas sebagai alat pendanaan untuk berbagai negara beberapa tahun terakhir. Terutama, di antara para pemberi pinjaman multilateral yang akan membantu mendanai kebutuhan infrastruktur Asia.
Hubungan potensial antara IDB dan AIIB, yang memiliki 20 negara anggota yang sama, juga akan meningkatkan pertumbuhan modal para investor sektor-swasta Islam di Timur tengah dan Asia Tenggara.
"Delegasi kami telah mengunjungi rekan-rekan di Cina dan tengah menunggu jawaban dari mereka tentang hal ini. Kami siap berkolaborasi dengan AIIB pada proyek ini dan membantu mereka mengembangkan keahlian dalam keuangan syariah,” ungkap Presiden IDB, Ahmad Mohamed Ali, di sela-sela sebuah konferensi industri.
Kebanyakan analis meyakini AIIB perlu bekerja dengan lembaga terpercaya untuk beberapa investasi awal. Pasalnya, butuh waktu untuk mengembangkan penawaran perjanjian kredit (pipeline) mereka sendiri.
Menurut Bank Dunia, negara-negara berkembang menghabiskan sekitar satu triliun dolar per tahun untuk pembangunan infrastruktur. Sebagai tambahan, mereka membutuhkan satu hingga satu setengah miliar hingga tahun 2020 untuk pembangunan berbagai bidang seperti air, listrik, dan proyek transportasi.
Sifat beragun aset keuangan Islam yang menggunakan sukuk, ideal untuk transaksi tersebut. Namun, hingga kini, format yang ada masih terbatas pada penanganan penawaran menengah dengan tenor yang lebih pendek. IDB berupaya mengubah hal tersebut. Caranya, pemberi pinjaman multilateral berencana mendirikan unit khusus infrastruktur.
"Unit penelitian kami tengah mencari cara bagaimana mewujudkan rencana ini, sekaligus membentuk unit khusus untuk menangani proyek-proyek infrastruktur,” ujar Ali.
Ia menambahkan, pandangan bahwa Bank Pembangunan Asia (ADB) adalah rival bagi AIIB, justru meningkatkan upaya mendukung negara-negara anggotanya untuk menggunakan sukuk dalam pembiayaan infrastruktur.
Meski AIIB belum mulai beroperasi, namun lembaga itu telah dirancang sesuai dengan pola pertumbuhan Asia dalam bidang infrastruktur, dengan banyak proyek ditempatkan di negara-negara anggota IDB. Koordinasi juga dilakukan dengan Turki, Indonesia, dan Arab Saudi; untuk mendukung upaya kelompok G20 dari negara-negara yang memasukkan sukuk infrastruktur dalam agenda tahunan mereka.
Selain tiga negara anggota G-20 yang mayoritas berpenduduk muslin, AIIB juga memperhitungkan negara-negara Muslim lain, seperti Kazakhstan, Pakistan, Qatar, Yordania, dan Oman sebagai anggota pendiri. Seluruh negara yang disebut telah menyepakati atau merencanakan penerbitan sukuk.