Senin 22 Apr 2024 22:06 WIB

Temui AIIB, Sri Mulyani Buka Potensi Penguatan Kerja Sama

Menkeu menyampaikan dukungan terhadap perubahan struktur organisasi AIIB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendiskusikan penguatan posisi Indonesia dalam kerja sama dengan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Hal itu ia lakukan saat mengadakan pertemuan dengan Presiden AIIB Jin Liqun di sela agenda World Bank-IMF Spring Meeting 2024 di Washington DC, Amerika Serikat.

“Beberapa hal yang kami diskusikan terkait kerja sama Indonesia dengan AIIB, termasuk penguatan posisi Indonesia dan mekanisme transisi energi (ETM/JETP),” ujar Sri Mulyani dalam keterangannya di Jakarta, Senin (22/4/2024).

Baca Juga

Pada kesempatan tersebut, Menkeu menyampaikan dukungan terhadap perubahan struktur organisasi di institusi AIIB, mengingat hal tersebut merupakan suatu pendekatan proaktif dalam menyiapkan organisasi yang terus bertumbuh sekaligus meningkatkan efektivitas operasional.

“Kita sama-sama berharap rencana tersebut tak hanya berdampak pada peningkatan efektivitas dan efisiensi institusi tetapi juga menguatkan peranan AIIB dalam mendukung proyek-proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia serta di wilayah-wilayah lainnya,” kata dia.

Sebelumnya, Menkeu menjadi panelis bersama dengan First Deputy Managing Director IMF Gita Gopinath, Menteri Keuangan Chile Mario Marcel, dan Director General for Economic and Financial Affairs European Commission Maarten Verwey dalam pertemuan IMF Fiscal Forum, salah satu rangkaian kegiatan IMF-World Bank Spring Meetings.

Pada kegiatan tersebut, membagikan pengalaman Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19. Dia mengatakan kebijakan tidak bisa dilepaskan dari diskresi, termasuk saat krisis. Hal itu juga dilakukan oleh Indonesia.

Contohnya, ialah defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tidak diizinkan melebihi 3 persen dalam satu tahun fiskal. Diskresi tersebut merupakan bentuk respons atas pandemi yang terjadi dan hanya diizinkan berlaku selama tiga tahun.

Sementara diskresi yang diterapkan di Indonesia secara keseluruhan terbilang lebih ketat dibandingkan negara lain, di mana Indonesia hanya membolehkan defisit mencapai maksimal 6 persen ketika negara-negara lain mengizinkan untuk mencapai 10 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement