REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada (UGM), A. Tony Prasentiantono, mengungkapkan, selama ini perekonomian Indonesia masih ketergantungan terhadap primary product, seperti batu bara dan kelapa sawit. Sedangkan tahun ini ekspor Indonesia juga mengalami penurunan.
"Pada 2008, 2009 pertumbuhan Indonesia hanya 4,5 persen, tapi diselamatkan oleh primary product, batu bara naik, kelapa sawit naik. Kalau sekarang beda, semua jatuh," ujarnya, di Jakarta, Rabu, (6/5).
Menurutnya jika perekonomian ingin membaik, pemerintah harus mengubah haluan ke manufaktur, dan tak bergantung sepenuhnya pada primary product. Ia menambahkan, 50 persen pertumbuhan ekonomi masih dipengaruhi primary product.
"Kita bisa lihat Asia Timur yang berbasis manufaktur seperti Korea Selatan, Hongkong, Taiwan, Cina, dan sekarang menyusul Thailand dan Malaysia," tuturnya. Tony mengatakan, kemajuan beberapa negara tersebut didukung dari sisi industri dan mempunyai enterpreneur.
Meski begitu, Tony menyadari untuk membangun industri serta mengurangi ketergantungan terhadap primary product memang tak mudah dilakukan. Perlu perencanaan jangka panjang.
"Jangka pendeknya, pemerintah bisa mulai dengan mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu," katanya menegaskan. Ia menyebutkan, target 5 persen tahun ini masih bisa tercapai asalkan terus digenjot pada kuartal II.