Kamis 30 Apr 2015 17:57 WIB

INDEF: Proyek Irigasi Pemerintah Lebih Banyak Dinikmati Makelar

Rep: C23/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (ketiga Kanan) bersama Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman (kedua Kanan) dan Menteri PU - Pera, Basuki Hadimoeljono (kiri) melihat penanaman padi dengan mesin tanam (rice trans
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (ketiga Kanan) bersama Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman (kedua Kanan) dan Menteri PU - Pera, Basuki Hadimoeljono (kiri) melihat penanaman padi dengan mesin tanam (rice trans

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abullah menjelaskan ada ketimpangan dalam proses pembangunan infrastruktur di Indonesia. Ia menggaris bawahi,  terutama dalam bidang pertanian. 

Pembangunan infrastruktur, dihadapkan pada pada persoalan dilematis, yaitu pertumbuhan yang berkualitas dengan pemeretaan pendapatan atau sebaliknya. 

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pemerintah berencana membangun 49 waduk baru dan peningkataan jaringan irigasi.  Dengan ini, yang sebelumnya petani hanya panen dua kali, seharusnya bisa menjadi tiga kali.

Berdasarkan data yang dimiliki INDEF, Product Domestic Bruto (PDB) proyek irigasi Indonesia 2014 menembus kisaran angka 14,45 persen. Sayangnya, dari angka tersebut, petani atau pekerja yang menikmati hanya sekitar 34 persen.

Hal ini dikarenakan, kata Rusli, pembangunan waduk dan sistem irigasi itu tidak dibarengi dengan kepemilikan lahan oleh para petani Indonesia. 

"Penikmat keuntungan terbesar berada di pihak trader (makelar)," ucapnya.

Rusli menyarankan pembangunan waduk dan perbaikan irigasi harus disertai dengan usaha mengurangi ketimpangan kepemilikan lahan. "Hal ini penting agar pembangunan hanya dinikmati oleh segelintir petani," kata Rusli. 

Selain itu, pemerintah juga harus membenahi struktur pasar komoditas pertanian. Karena selama ini, menurut Rusli, penikmat margin keuntungan dari mata rantai perdagangaan komoditas pertanian adalah pedagang, bukan petani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement