REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajemen PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk memfokuskan penyaluran kreditnya pada segmen mikro dan konsumer untuk menyiasati pelambatan ekonomi. Akibat pelambatan ekonomi yang terjadi pada awal tahun ini, kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) kotor bank milik negara ini meningkat menjadi 2,17 persen pada kuartal I 2015 dari 1,78 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Wakil Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan BRI akan fokus menyalurkan kreditnya pada segmen kredit yang memberikan imbal hasil tinggi (high yield loan), yakni mikro dan konsumer. kredit mikro selama ini menjadi segmen utama BRI. "Kita juga tetap bisa menyasar ke segmen ritel dan menengah seperti perdagangan dan linkage industry yang memang terbukti menjadi pangsa pasar kita," ujar dia saat memaparkan kinerja keuangan BRI kuartal I 2015 di Jakarta, Kamis (30/4).
Segmen ritel dan menengah tetap dilirik kendati menjadi penyumbang kenaikan NPL perseroan. Kenaikan NPL itupun dinilai hanya bersifat sementara, tidak permanen. Sunarso menegaskan BRI pasti akan berhati-hati menyalurkan kreditnya ke segmen ini. Karenanya, BRI akan menyalurkan kreditnya ke sektor usaha yang memang selama ini terbukti menjadi pasar perseroan.
Direktur BRI Donsuwan Simatupang mengakui NPL perseroan meningkat sepanjang kuartal I 2015. Namun, ia mengatakan, angka itu relatif lebih baik dibandingkan rata-rata NPL di industri perbankan. "Target NPL kita tahun ini 2,2 persen. Angka itu yang kita jaga supaya tidak terlampaui," kata dia menjelaskan.
Sepanjang kuartal I 2015, Sunarso memaparkan, BRI mampu meraup laba bersih sebesar Rp 6,1 triliun. Pelambatan ekonomi tak mempengaruhi keuntungan perseroan. Faktor utama penyumbang laba bersih BRI berasal dari pendapatan bunga yang mencapai Rp 20,1 triliun. Keuntungan itu naik 22 persen dibandingkan kuartal I 2014.
Sumber pendapatan lainnya berasal dari pendapatan nonbunga yang mencapai Rp 2,7 triliun atau tumbuh 51,1 persen. "Total pendapatan yang diperoleh BRI sebesar Rp 23,1 triliun atau meningkat 22,4 persen," kata Sunarso.
Hingga akhir Maret lalu, total kredit yang disalurkan perseroan mencapai Rp 472,9 triliun atau meningkat 9,4 persen. Sunarso memaparkan segmen mikro masih mendominasi dengan pertumbuhan sebesar 15,9 persen menjadi Rp 157,5 triliun. Pertumbuhan kredit itu diimbangi dengan posisi neraca yang likuid terlihat dari rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) sebesar 80,5 persen.
Adapun rasio kecukupan modal (CAR) tercatat sebesar 20,1 persen atau meningkat dari posisi sebelumnya 18,2 persen. Peningkatan juga terlihat pada pos dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh 25,04 persen dari Rp 470 triliun menjadi Rp 587,7 triliun.