REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Proyek Monorail yang sejatinya dibangun di sejumlah ruas jalan utama di Jakarta terpaksa dibatakan dan diganti dengan light rail transit (LRT). Batalnya proyek monorail ini ternyata memaksa PT Adhi Karya (Persero) Tbk merogoh kocek lebih dalam. Kebutuhan ekuitas untuk moda transportasi massal melonjak dari yang tadinya Rp 1,893 triliun menjadi Rp 2,044 triliun.
Meskipun demikian, Direktur Utama Adhi Karya Kiswodarmawan mengatakan, perseroan akan mengurangi alokasi dana untuk stasiun dan properti pendukung, dari yang tadinya Rp 852 miliar ketika menggunakan proyek Monorail, menjadi Rp 701 miliar dengan proyek LRT. Sehingga total kebutuhan ekuitas untuk dua proyek ini sama, yakni Rp 2,745 triliun.
Kiswo menanbahkan, kebutuhan ekuitas tersebut akan ditutup dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1,4 triliun. Angka ini tidak berubah dari rencana awal, proyek Monorail yang juga dianggarkan sama Rp 1,4 triliun.
“Tetap PMN kami dedikasikan dari awal 100 persen untuk kepentingan ekuitas transportasi massal. Tapi ada sedikit tambahan dari dana publik,” kata Kiswo dalam rapat Kerja dengan Komisi VI DPR-RI, Jumat (24/4).
Adapun dana publik yang diharapkan dapat ditarik sebesar Rp 1,345 triliun. Kiswo mengatakan, Monorail maupun LRT pada dasarnya merupakan satu kelompok moda transportasi yang sama. Keduanya memiliki kapasitas yang sama. Hanya saja, teknologi LRT diklaim lebih terbuka sedangkan teknologi Monorail masih sempit.
Diharapkan groundbreaking proyek LRT bisa dilakukan Agustus 2015, dan bisa beroperasi pada Agustus 2018 mendatang. Dalam kempatan yang sama, Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno berharap, dana publik yang dihimpun untuk proyek transprotasi massal tersebut bisa masuk ke Adhi Karya pada Juli 2015.
“Kami berharap betul untuk PMN untuk Adhi Karya dapat selesai Juli. Karena kami harap proyek ini, tahun ini juga bisa dimulai,” ujar Rini.