Senin 20 Apr 2015 06:55 WIB

Pemerintah Didesak Keluarkan Regulasi Penghapusan Premium

Rep: c85/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas SPBU mengisikan BBM subsidi.
Foto: Republika/Prayogi
Petugas SPBU mengisikan BBM subsidi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) berniat untuk "menghapus" BBM jenis premium secara bertahap. Pemerintah pun memberikan sinyal positif akan hal ini. Hal ini memang sesuai dengan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai Faisal Basri agar pemerintah setop impor RON 88 atau BBM jenis premium.

Menanggapi rencana pemerintah ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indoensia (YLKI) mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk membuat regulasi penghapusan bahan bakar minyak (BBM) beroktan 88.

"Penghapusan RON88 itu jangan diserahkan ke mekanisme pasar, tapi harus by regulation," kata Ketua Harian YLKI Sudaryatmo, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Ahad (19/4).

Sudaryatmo sendiri merasa ragu dengan pernyataan PT Pertamina (Persero) yang menyebutkan bahwa RON 88 bisa dihapus dalam waktu dua tahun. Seharusnya, kata dia, ada produk hukum yang dikeluarkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, sehingga  penghapusan RON 88 bukan isapan jempol belaka.

Sudaryatmo juga menambahkan, sejak tahun 2000 YLKI dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat telah mendorong penghapusan RON88. Dalam pandangan YLKI, RON88 memiliki emisi gas buang yang tinggi dan tidak baik bagi mesin.

Kedua, dari sisi kemajuan teknologi, mobil dan motor saat ini sudah didesain dengan bahan bakar beroktan tinggi. "Jadi kalau Pertamina keluarkan produk di bawah RON92 pun itu sebenarnya tidak sesuai dengan tuntutan teknologi otomotif," ujar Sudaryatmo.

Terakhir Sudaryatmo juga berharap kepada industri otomotif untuk tidak membodohi konsumen dengan membiarkan tangki kendaraan diisi bahan bakar beroktan rendah. Dia menilai selama ini pelaku industri otomotif hanya mementingkan aspek keuntungan sehingga tidak memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya kualitas bahan bakar.  "Konsistensi industri otomotif inilah yang bisa mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi," lanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement