REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pelonggaran rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio/LDR) juga memiliki risiko terhadap perbankan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Irwan Lubis mengatakan, efektivitas pelonggaran LDR masih akan dilihat lebih jauh.
“Kalau kita lebih cenderung definisi dari LDR itu. Saya kira LDR 92 persen sudah maksimal, kalau LDR ditinggikan risiko juga, masak semua bank mepet, ngasih pinjaman terus tidak menjaga reserve,” kata Irwan di kantor pusat OJK, Kamis (16/4).
Menurutnya, yang perlu diperhatikan formulasi dari LDR. Karena aat ini bank sudah modern, sumber dana bank tidak hanya dari giro, tabungan dan deposito. Melainkan ada sumber dana lain, yang juga digunakan untuk penyaluran kredit.
Dia menilai, Bank Indonesia perlu mencoba melihat lebih luas. Misalnya dampak formulasi tersebut terhadap likuiditas pasar. Kemudian sejauh mana dampaknya terhadap pengendalian moneter dan stabilisasi rupiah.
Dia tidak menepis kemungkinan banyaknya bank yang akan menerbitkan surat utang sebagai dampak pelonggaran LDR. Namun, umumnya,penerbitan surat utang membutuhkan biaya yang besar dan biasanya dibeli oleh korporasi-korporasi.
Untuk mendukung target pertumbuhan kredit 15-17 persen pada akhir tahun 2015, Bank Indonesia akan segera mengkomunikasikan kebijakan makroprudensial yang lebih akomodatif. Langkah itu dilakukan antara lain melalui perluasan cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan LDR dalam kebijakan GWM-LDR. Serta pemberian insentif berupa pelonggaran batas atas LDR bagi bank yang telah memenuhi kewajiban penyaluran kredit ke UMKM secara lebih awal.