REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia melonggarkan kebijakan makroprudensial melalui penyesuaian kebijkan Giro Wajib Minimum (GWM). Penyesuaian ketentuan tersebut dilakukan dengan mengikutsertakan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank ke dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR).
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Yati Kurniati mengatakan, ketentuan GWM dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank sebagai komponen pendanaan (funding) selain dana pihak ketiga (DPK). Sehingga istilah loan to deposit ratio (LDR) diganti dengan loan to funding ratio (LFR).
Yati menjelaskan, jenis surat berharga yang bisa diperhitungkan yakni surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang dipegang atau dimiliki oleh bukan bank baik residen (penduduk) maupun non residen. Jadi transaksinya dengan pihak ketiga bukan bank.
Jenis surat berharga yang dimaksud yakni medium term notes (MTNs), floating rate notes (FRNs) dan obligasi tapi tidak termasuk obligasi sub ordinasi. Selain itu, penerbitan surat berharga harus dilakukan melalui public offering. Kemudian, peringkatnya harus investment grade, dari lembaga-lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK.
Ketentuan GWM juga memberikan insentif pelonggaran batas atas LFR sampai 94 persen. Insentif untuk mendorong kredit UMKM itu dengan syarat mencapai rasio kredit UMKM lebih cepat dari target waktu. Targetnya masing-masing 5 persen pada akhir 2015, 10 persen 2016, 15 persen 2017 dan 20 persen pada 2018.
Syarat lainnya rasio kredit bermasalah (NPL) terhadap total kredit kurang dari 5 persen. Begitu juga rasio NPL kredit UMKM kurang dari 5 persen. Insentif mulai diberlakukan pada 3 Agustus 2015.
Ketentuan GWM juga mengenakan disinsentif dalam bentuk pengurangan jasa giro. Syaratnya jika bank tidak memenuhi rasio kredit UMKM, NPL total kredit dan NPL kredit UMKM lebih dari 5 persen. Disinsentif pengurangan jasa giro mulai diberlakukan per 1 Februari 2016.
"Perbankan memiliki ruang yang lebih besar untuk menyalurkan kreditnya, karena sumber pendanaannya tidak hanya DPK tapi juga surat-surat berharga yang diterbitkan bank," jelas Yati dalam konferensi pers di gedung Bank Indonesia Jakarta, Senin (6/7).