REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menilai ekonomi Amerika Serikat yang cenderung memburuk membuat nilai tukar rupiah menguat pada Kamis ini (16/4).
"Intinya, secara umum, pergerakan Rupiah pada Kamis sebagian besar dipengaruhi oleh data ekonomi AS (data dependent)," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara.
Data aplikasi mortgage AS di sektor perumahan melemah 0,4 persen menjadi -2,3 persen. Sementara sektor manufaktur AS juga menunjukkan pelemahan. Data empire manufacturing AS turun tajam dari 6,9 ke -1,19.
Di sisi lain, peningkatan penjualan ritel AS bulan Maret, berada di bawah ekspektasi pasar, sebesar 0,9 persen dibanding ekspektasi 1,1 persen.
Meskipun laporan regional AS, seperti yang diumumkan dalam Beige Book, menunjukkan data perbaikan di beberapa daerah, tekanan masih tercermin pada upah dan harga, di samping turunnya harga minyak dan dampak musim dingin.
Menurut Mirza, data tersebut memberi sinyal pada pelaku pasar bahwa pelemahan data di AS tersebut membuat pelaku pasar mengubah perkiraan mereka tentang waktu, besaran, dan kecepatan (timing, size, and pace) dari normalisasi kebijakan Moneter AS.
"Yang terjadi adalah pelemahan dolar AS secara global terhadap mata uang negara lain, termasuk rupiah. Kita melihat ekonomi AS yg diumumkan semalam cenderung memburuk," kata Mirza.
Rupiah pada Kamis pagi menembus level di bawah Rp12.900 dan sempat mencapai level Rp12.810, lebih baik dibandingkan penutupan perdagangan sehari sebelumnya yang tercatat sebesar Rp12.976 per dolar AS.
Dari sisi domestik, lanjut Mirza, rupiah juga mendapat beberapa sentimen positif. Pertama, data neraca perdagangan Indonesia surplus 1.132 juta dolar AS. Surplus itu didorong juga oleh peningkatan ekspor Indonesia.