REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sepanjang triwulan I 2015, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali menghimpun temuan uang palsu sebanyak 1.447 lembar. Jumlah yang teridentifikasi ini lebih banyak dibandingkan 1.155 lembar pada triwulan I 2014.
"Temuan uang palsu itu meliputi uang palsu yang dilaporkan langsung oleh masyarakat ataupun laporan dari pihak bank ke BI," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Bali, Dewi Setyowati, Selasa (7/4).
Berdasarkan lokasi temuannya, kata Dewi, uang palsu tersebut paling banyak beredar di Kota Denpasar dengan persentase sebesar 81 persen atau 1.190 lembar.
Sisanya di Kabupaten Badung sebesar delapan persen atau 111 lembar, Tabanan sebanyak enam persen atau 86 lembar, Buleleng sebanyak tiga persen atau 50 lembar, dan Jembrana sebanyak dua persen atau 31 lembar.
Peningkatan jumlah temuan uang palsu menandakan masyarakat semakin memahami ciri-ciri keaslian Rupiah. Namun, kata Dewi, tak bisa dipungkiri bahwa masih ada masyarakat yang enggan melaporkan keberadaan uangpalsu ke BI atau pihak berwajib. BI mengimbau masyarakat mau menyampaikan laporannya, termasuk jika mencurigai uang yang diterima adalah palsu.
Sesuai prosedur, uang palsu yang disampaikan ke BI atau bank tidak akan mendapat penggantian atau ditukarkan dengan uang asli. BI hanya menyediakan suvenir atau bingkisan menarik bagi masyarakat yang mau melaporkan uang palsu.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjenpol Kamil Razak mengatakan kepolisian di sejumlah kota besar di Indonesia rata-rata menangkap pemalsu uang setiap harinya. Mereka biasanya menjamur menjelang Lebaran, Natal, dan Tahun Baru.
"Uang palsu sekarang teknologinya sudah bagus. Diraba pun, uang itu hampir sempurna. Setelah diterawang, baru ketahuan palsunya," ujar Kamil.