REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan dan penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan menuai kritik sebab waktunya yang relatif singkat. Oleh karena itu perlu adanya jadwal yang dibuat pemerintah untuk mengatur harga minyak.
Hal ini disampaikan pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto kepada Republika, Ahad (29/3). Menurutnya perubahan harga yang terlalu sering justru akan menuai gejolak dari kalangan masyarakat.
"Pengumumannya jangan sering-sering! Mungkin kalau ada ide bisa tiap semester (6 bulan) sekali," kata Eko.
Dengan penjadwalan yang teratur diharapkan bisa menjaga stabilitas masyarakat. Sebab rakyat bisa mempersiapkan ketika jadwalnya BBM naik atau turun.
Terlebih dampak yang dihasilkan dengan naik-turun harga BBM disebutnya justru lebih mengarah ke beban masyarakat. Ketika harga naik efeknya besar sekali. Kebutuhan pokok melonjak tajam. Sementara saat terjadi penurunan, efeknya justru tidak terasa.
Penjadwalan yang tidak mengikuti perkembangan harga internasional juga menurutnya bisa membuat negara mendapatkan anggaran penghematan saat harga minyak dunia turun. Sedangkan ketika harga naik, pemerintah tidak perlu buru-buru menaikkan karena masih ada penghematan anggaran tersebut.
Masyarakat Indonesia juga, kata Eko, bukan tipikal seperti di luar negeri. Mereka tidak terbiasa dengan seringnya perubahan harga BBM seperti halnya di Amerika. Sebab di sana struktur pasar kebanyakan oligopoli di mana harga sangat bergantung pada pasar.
Di sinilah menurutnya peran pemerintah akan terlihat strateginya. Negara bisa mengatur dengan baik menyikapi harga minyak yang sensitif. Tidak seperti sekarang peran pemerintah hanya tampak seperti perantara saja.
"Kebijakan seperti ini memang terlihat pemerintah nggak punya strategi. Hanya seperti mempertemukan antara pasar suplai dengan masyarakat," ujarnya.